PORTALBANTEN – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Jakarta 2025 kini menggantikan istilah PPDB dan kembali menjadi agenda penting yang menyita perhatian para orang tua dan siswa. Pengamat sosial Ari Sumarto Taslim menekankan bahwa persiapan menghadapi SPMB tidak cukup hanya soal kelengkapan dokumen atau memahami teknis pendaftaran, tetapi juga mencakup kesiapan mental anak dan orang tua.
"Setiap tahun kita menyaksikan orang tua stres bahkan frustasi hanya karena anaknya tidak diterima di sekolah tertentu. Ini mencerminkan adanya tekanan budaya sosial yang perlu kita ubah. Pendidikan seharusnya bukan soal gengsi atau nama besar sekolah saja, tetapi tentang pertumbuhan anak secara utuh," kata Ari saat ditemui di Jakarta pada Senin, 26 Mei 2025.
Tantangan orang tua di perkotaan seperti Jakarta menurut Ari adalah tekanan sosial dan ketimpangan pemahaman teknologi. SPMB memang didesain untuk serba daring dan praktis, namun tidak semua keluarga memiliki kapasitas atau fasilitas yang sama.
"Bayangkan, ada orang tua yang menguasai teknologi dengan baik, ada pula yang bahkan belum tahu cara unggah dokumen secara daring. Ketimpangan ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah agar tidak melahirkan ketidakadilan baru," ujarnya.
Ari mengusulkan agar pemerintah membuka posko layanan dan pendampingan teknis di tiap kelurahan. Hal ini penting untuk memastikan setiap warga, tanpa melihat latar belakang ekonomi atau teknologi, bisa memiliki kesempatan yang sama.
Namun lebih dari itu, Ari menyoroti pentingnya pendampingan emosional dari orang tua kepada anak selama masa pendaftaran hingga pengumuman hasil SPMB.
"Banyak anak merasa gagal dan minder ketika tidak diterima di sekolah negeri favorit. Di sinilah peran orang tua sangat dibutuhkan. Jangan membuat tekanan tambahan dengan menyalahkan anak. Orang tua harus hadir sebagai pendukung, bukan sebagai penilai," katanya.
Berikut beberapa tips persiapan SPMB 2025 dari Ari Sumarto Taslim yang bisa dijalankan oleh orang tua:
1. Cek zonasi dari sekarang
Kenali jarak rumah ke sekolah-sekolah negeri terdekat dan mulai petakan peluang dari jalur zonasi. Jangan menunggu hingga pendaftaran dibuka.
2. Buat daftar sekolah bersama anak
Libatkan anak dalam menyusun daftar pilihan sekolah, termasuk mempertimbangkan sekolah swasta atau alternatif jika tidak lolos di jalur utama.
3. Siapkan dokumen dari jauh hari
Pastikan dokumen seperti KK, rapor, sertifikat prestasi, dan surat keterangan lainnya telah tersedia dan sesuai syarat terbaru yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan.
4. Bangun mental anak
Bicarakan kemungkinan lolos atau tidaknya anak dengan tenang. Tumbuhkan pemahaman bahwa keberhasilan tidak selalu harus dimulai dari sekolah favorit.
5. Hindari panik massal
Jangan mudah terpengaruh informasi yang beredar di grup WhatsApp. Pastikan orang tua hanya mengikuti informasi resmi dari laman Dinas Pendidikan Jakarta.
6. Punya rencana cadangan
Jangan hanya bergantung pada satu jalur atau satu sekolah. Siapkan beberapa skenario jika pilihan utama tidak tercapai, termasuk kesiapan biaya untuk sekolah swasta jika dibutuhkan.
Di akhir pembicaraan, Ari juga menekankan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap menempatkan aspek keadilan dan transparansi sebagai prinsip utama dalam SPMB 2025.
"SPMB bukan sekadar proses administratif, ini soal masa depan ribuan anak. Pemerintah harus memastikan setiap anak punya peluang yang sama untuk tumbuh dan belajar, tanpa diskriminasi teknologi, ekonomi, atau sosial," tutupnya.
Dengan semangat keterbukaan, pendampingan yang kuat, dan komunikasi yang sehat di rumah, SPMB Jakarta 2025 bisa menjadi momentum membangun ekosistem pendidikan yang adil dan berpihak pada anak. Pendidikan bukan dimulai dari pendaftaran, tetapi dari bagaimana rumah dan orang tua menjadi tempat pertama yang nyaman untuk belajar.*
.png)
.png)

