BOGOR - Proses seleksi Pergantian Antar Waktu (PAW) untuk Kepala Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, telah memicu kontroversi yang cukup besar di kalangan masyarakat. Dari sembilan calon yang mengikuti seleksi, hanya tiga yang berhasil lolos, dan mengejutkannya, ketiga calon tersebut adalah saudara kandung. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa proses seleksi ini dipenuhi dengan praktik nepotisme, jauh dari prinsip demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi.
Kredibilitas panitia seleksi pun dipertanyakan. Netralitas pihak Kecamatan Citeureup, yang berperan sebagai penentu hasil seleksi, kini menjadi sorotan tajam dari publik. Banyak yang merasa bahwa panitia PAW Desa Citeureup dan Kecamatan hanya melempar tanggung jawab. Saat dihubungi, salah satu anggota panitia seleksi tingkat desa menyatakan, "Panitia hanya menjalankan teknis pelaksanaan pemilihan dari BPD. Soal dinamika yang terjadi itu tanggung jawab BPD. Masalah teknis seleksi ada di tim kecamatan, panitia desa sebatas pelaksana saja. Kami hanya menerima hasil seleksi tersebut," katanya (25/9).
Pernyataan tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa kontrol penuh atas seleksi berada di tangan pihak kecamatan, yang kini dianggap tidak netral dan tidak transparan. Hal ini terbukti ketika tim media mencoba menghubungi Plt Sekcam Citeureup, Bapak Wahyudi, melalui pesan WhatsApp, namun pesan tersebut hanya dibaca tanpa ada balasan.
Gelombang penolakan dari warga pun semakin menguat. Tujuh Ketua RW bersama puluhan Ketua RT di Desa Citeureup secara resmi menyatakan penolakan terhadap pelaksanaan seleksi ini. Penolakan tersebut dituangkan dalam sebuah petisi resmi pada Minggu, 21 September 2025, lengkap dengan tanda tangan dan stempel basah dari masing-masing RT dan RW, yang kemudian diserahkan langsung kepada panitia.
Kekecewaan warga semakin meluas, namun aspirasi mereka tampaknya diabaikan. Seleksi tetap dilaksanakan meskipun ada penolakan dari masyarakat, yang semakin membuat mereka merasa kecewa, terutama setelah mengetahui bahwa hasil seleksi hanya meloloskan tiga orang bersaudara.
Warga menilai bahwa proses PAW kali ini benar-benar mencederai demokrasi desa. "Ngapain diadain PAW kalau calonnya tiga bersaudara? Udah saja mereka hompimpa di rumah," sindir salah seorang warga dengan nada kesal.
Gelombang ketidakpuasan ini menjadi sinyal bahaya serius bagi kredibilitas Kecamatan Citeureup. Jika tidak ada langkah korektif yang transparan, dugaan praktik nepotisme dalam seleksi PAW ini dikhawatirkan akan semakin memperlebar jurang ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa maupun kecamatan.*