JAKARTA - Kantor Hukum Otto Cornelis Kaligis & Associates mewakil PT Atap Perkasa, bersama Wimby & Associates mewakili CV. Citra Pratama secara resmi menyampaikan keterangan pers terkait pengajuan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap KSO PP-Urban, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, dan PT Pembangunan Perumahan Urban (PP Urban). 


Permohonan ini diajukan oleh dua kreditor, yakni PT Atap Perkasa sebagai Pemohon PKPU I dan CV Citra Pratama sebagai Pemohon PKPU II.

 

Keterangan pers disampaikan oleh kuasa hukum  PT Atap Perkasa yang mewakili Direktur perusahaan, Freddy Limanto, OC Kaligis dan Burmawi mewakili CV. Citra Pratama.


Dalam pernyataannya, OC Kaligis  menjelaskan bahwa KSO PP-Urban merupakan bentuk kerja sama operasi antara PT PP (Persero) Tbk dan anak usahanya, PP Urban keduanya menjadi subjek PKPU karena diduga belum memenuhi kewajiban pembayaran proyek Museum Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi periode 2024–2025.

 

Total utang yang belum diselesaikan mencapai Rp10,6 miliar. Dari data yang disampaikan, PT Atap Perkasa memiliki tagihan sebesar Rp4,599,768,250 sedangkan CV Citra Pratama mencapai Rp6,000,337,763. Kedua nilai tersebut merupakan besaran yang telah disepakati bersama dalam pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut.


“Kalau saya lihat, asetnya pasti cukup untuk Rp10 miliar. Perusahaan di Jakarta punya Rp10 miliar itu sedikit, tidak banyak,” jelas OC Kaligis di kantornya, Jumat 5 Desember 2025.


Bahwa, lanjut OC Kaligis,  pengajuan PKPU ini bukan langkah konfrontatif tetapi merupakan upaya untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi hak-hak pemohon selaku kreditor. 



O.C. Kaligis menambahkan, bahwa PKPU diajukan juga sebagai bagian dari proses “pendidikan hukum” untuk membuka transparan kondisi keuangan PP Urban.


“Kami lakukan ini supaya fakta terbuka. Dari data yang diperoleh, sebenarnya dia sanggup membayar, cuma bilang tidak punya uang,” katanya.


Sementara itu, Burmawi kuasa hukum CV Citra Pratama mengatakan, untuk CV Citra Pratama, pekerjaan yang dilakukan meliputi pemasangan plafond fibercelulosa berdasarkan Surat Perjanjian Subkontraktor (SPS) nomor 017/SPS/524305/KSOPP-URBAN/VIII/2024 (dengan addendum) dan pemasangan plafond kisi-kisi WPC melalui SPS nomor 029/SPS/524305/KSOPP-URBAN/XII/2024. Semua tahapan pekerjaan sudah selesai dan diserahkan melalui Berita Acara Serah Terima (BAST) yang ditandatangani kedua belah pihak.

 

Setelah pekerjaan selesai, CV Citra Pratama telah berhak menagih pembayaran yang sudah jatuh tempo. Sebelum mengajukan PKPU, kedua pemohon juga telah melakukan penagihan secara musyawarah dan mengirim somasi resmi. 


Namun, respon dari KSO PP-Urban hanya berupa permintaan waktu tambahan dengan alasan kondisi keuangan terganggu, tanpa jaminan kepastian.


"Bahwa karena pekerjaan semua sudah dinyatakan selesai, sudah pula dilakukan serah terima hasil pekerjaaan berdasarkan dokumen Berita Acara Serah Terima hasil pekerjaan yang telah disepakati dan ditandatangani oleh para pihak. Maka pemohon sudah timbul hak untuk menagih pembayaran atas proyek tersebut, sebesar Rp6.000.337.763," ujar Burmawi. 


Penagihan secara musyawarah, kata Burmawi, sudah dilakukan. Begitu pula somasi resmi sudah pula dikirim. 


"Namun sangat disayangkan atas somasi tersebut, pihak KSOPP-Urban hanya memberikan respon berupa "karena kondisi keuangan perusahaan sedang terganggu" maka pemohon diberi waktu," ungkap Burmawi 

 


Untuk diketahui, permohonan ini telah terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 26 November 2025 dengan nomor perkara 381/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN.Niaga Jkt.Pst.*