JAKARTA — Sorotan tajam publik terhadap layanan Bank DKI tak hanya berhenti pada keluhan sistem error dan ketidaknyamanan nasabah selama Lebaran 2025. Kini, perhatian bergeser ke isu yang lebih serius: dugaan kebocoran dana milik Bank DKI yang berada di rekening penempatan di Bank Negara Indonesia (BNI).
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, angkat bicara terkait hal ini. Dalam pernyataan resminya, ia menegaskan bahwa tidak ada dana nasabah ataupun bantuan sosial (seperti KJP) yang terdampak dalam peristiwa ini. Menurutnya, kerugian yang terjadi sepenuhnya merupakan milik internal Bank DKI.
"Yang diganggu itu adalah rekening Bank DKI di Bank BNI. Jadi, tidak ada dana nasabah yang terganggu. Nasabah tetap aman,"ujar Pramono saat ditemui di Balai Kota, Rabu, 9 April 2025.
Pramono bahkan menyebut kejadian ini sudah masuk kategori keterlaluan. Ia memastikan tidak akan ada kompromi bagi siapapun yang terbukti lalai atau bahkan terlibat dalam kelalaian sistem yang mengakibatkan dugaan kebocoran dana tersebut.
"Ini sudah keterlaluan. Tidak ada seorang pun yang kebal hukum, baik dari pejabat Pemprov DKI maupun BUMD. Semua akan kami tindak," tegasnya.
Dana Cadangan Bank DKI yang Bocor di BNI
Kebocoran dana yang dimaksud oleh Pramono berasal dari dana cadangan atau deposito Bank DKI yang ditempatkan di rekening penampungan di BNI. Meski belum dijelaskan secara rinci oleh pihak manajemen bank maupun pemerintah, informasi ini membuka babak baru: bahwa bukan sekadar error sistem, tapi ada potensi kerugian finansial langsung yang sedang ditelusuri.
Gubernur Pramono juga mengungkap bahwa proses audit dan investigasi telah dilakukan secara intensif. Ia bahkan menyebut sudah menyerahkan persoalan ini ke Bareskrim Polri.
"Kami sudah laporkan ke Bareskrim. Biar aparat penegak hukum yang menyelidiki lebih lanjut," ujarnya.
Direktur IT Bank DKI Dicopot
Sebagai bentuk tindakan cepat, Pemprov DKI dan manajemen Bank DKI telah membebastugaskan Direktur IT Bank DKI Amirul Wicaksono. Langkah ini, menurut Pramono, bukan semata sanksi administratif, tapi bagian dari upaya memulihkan kepercayaan publik.
"Ini bukan sekadar kelalaian teknis, tapi menyangkut sistem perbankan yang menyimpan uang publik. Trust masyarakat harus dijaga," katanya.
Langkah Gubernur Pramono yang lugas dalam menyikapi kasus ini mendapat berbagai respon positif, namun juga menjadi alarm bagi BUMD lainnya. Kasus Bank DKI menjadi pelajaran penting tentang bagaimana lembaga keuangan daerah mesti memperkuat sistem keamanan digital mereka.
Kini, publik menanti langkah selanjutnya: berapa besar kerugian yang terjadi? Siapa pihak yang bertanggung jawab? Dan, mungkinkah ada unsur kesengajaan di balik gangguan sistem yang berkepanjangan itu?
Satu hal yang pasti, Gubernur DKI tak ingin kejadian ini dianggap angin lalu.*
.png)
.png)

