BOGOR - Dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menjelang Hari Raya Idulfitri menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Dalih bahwa pungutan ini diperuntukkan bagi Linmas dan staf desa tidak serta-merta membenarkan praktik yang meresahkan pedagang kecil.
Dalam kondisi ekonomi yang sulit, pungutan semacam ini justru menambah beban bagi masyarakat pedagang yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sejumlah warga mempertanyakan kebijakan ini, terutama karena dilakukan secara terang-terangan menggunakan kop surat resmi Pemerintah Desa.
“Disitu tertulis jelas THR untuk Linmas dan Staf Desa Leuwiliang, Kepala desa seharusnya menjadi pengayom, bukan justru membebani masyarakat dengan pungutan yang tidak memiliki dasar hukum jelas. Apalagi, kebijakan Gubernur Jawa Barat, H. Dedi Mulyadi, dengan tegas melarang pungli menjelang Idulfitri,” ujar Iwan, salah seorang warga, Kamis (20/3/2024).

Lebih lanjut, warga juga menyoroti fakta bahwa kepala desa dan perangkatnya sudah mendapatkan gaji, tunjangan, serta alokasi dana desa untuk operasional pemerintahan. “Jika ada kebutuhan untuk Linmas atau staf desa, harusnya dianggarkan dalam APBDes, bukan malah meminta kepada pedagang,” kata seorang warga lainnya.
Kepala Desa Leuwiliang, H. Iman Nurhaiman, S.Ip, belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pungli ini. Namun, surat edaran yang memuat tanda tangan dan stempel resmi Pemerintah Desa memperkuat dugaan bahwa praktik ini dilakukan dengan kesadaran penuh.
Kasus ini menjadi ujian bagi Pemerintah Kabupaten Bogor dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam membuktikan komitmennya untuk menindak tegas oknum aparat yang menyalahgunakan kewenangan. Masyarakat kini menunggu tindakan konkret dari pihak berwenang untuk memastikan bahwa praktik serupa tidak terulang di masa mendatang.*



