JAKARTA - Sebuah video yang tengah viral di media sosial mengungkap dugaan pelanggaran prosedur dan penyalahgunaan fasilitas negara di Bandara Kualanamu, Medan. Insiden ini melibatkan pengusaha bernama Rusli Ali, yang akrab disapa Asiang, beserta rombongannya pada tanggal 20 Juli 2025.
Hingga Kamis, 24 Juli, belum ada pernyataan resmi dari pihak Bea Cukai, pengelola Bandara Kualanamu, maupun instansi terkait lainnya mengenai kejadian ini.
Murmahudi, seorang pengamat, Nusantara Parameter Index (NPI) mengungkapkan adanya kejanggalan dalam dokumen penerbangan yang diajukan. Dalam surat izin kedatangan, tercatat hanya lima penumpang, sementara manifest penerbangan mencantumkan sepuluh nama.
Lebih mencolok lagi, rombongan Asiang diduga tidak melalui prosedur imigrasi dan pemeriksaan barang. Mereka langsung dijemput dengan kendaraan pribadi hingga ke tangga pesawat, sebuah perlakuan yang biasanya hanya diberikan kepada pejabat negara atau tamu resmi.
“Ini sangat berbahaya. Tanpa pemeriksaan, potensi penyelundupan, termasuk barang mewah bebas pajak, sangat besar. Bahkan pejabat negara sekalipun tetap wajib diperiksa sesuai protokol bandara,” kata Murmahudi, Kamis (24/7).
Selain itu, NPI juga menyoroti kebiasaan Asiang yang mencatut nama pejabat Bea Cukai dan aparat keamanan untuk mendapatkan akses khusus. Menurut Murmahudi, tindakan ini sudah melampaui batas dan dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara.
“Kami mendorong dilakukan audit pajak terhadap yang bersangkutan. Jangan sampai hukum menjadi tumpul ke atas dan tajam ke bawah,” ujarnya.
NPI menegaskan bahwa semua pihak terkait, mulai dari otoritas Bandara Kualanamu, Avsec, Bea Cukai, hingga aparat penegak hukum, harus segera melakukan penelusuran dan penertiban atas dugaan penyalahgunaan fasilitas negara ini.
“Jangan sampai bangsa ini kecolongan karena kelalaian atau pembiaran terhadap oknum tertentu. Penegakan hukum harus adil dan tanpa pandang bulu,” tutup Murmahudi.



