JAKARTA – Tanggal 1 Desember 1961 kerap disebut sebagai hari kemerdekaan Papua oleh sebagian kelompok. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, tanggal tersebut bukanlah tonggak berdirinya sebuah negara merdeka, melainkan bagian dari proses transisi administratif yang dirancang oleh Belanda dalam konteks dekolonisasi wilayah Irian Barat.


Pada masa itu, Belanda membentuk Nieuw Guinea Raad atau Dewan Rakyat, memperkenalkan simbol-simbol lokal seperti bendera Bintang Kejora dan lagu kebangsaan. Langkah ini merupakan bagian dari strategi Belanda untuk mempertahankan pengaruh kolonialnya di tengah tekanan internasional, terutama setelah keluarnya Resolusi Majelis Umum PBB 1514 tahun 1960 yang menyerukan dekolonisasi wilayah jajahan.


Meski tidak ada deklarasi resmi kemerdekaan, sejumlah kelompok separatis seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) mengklaim 1 Desember sebagai hari kemerdekaan Papua. Klaim ini tidak pernah diakui oleh komunitas internasional dan tidak didukung oleh dokumen resmi apa pun yang menyatakan berdirinya negara Papua pada tanggal tersebut.


Marinus Mesak Yaung, dosen Universitas Cenderawasih, menegaskan bahwa tidak ada bukti hukum atau dokumen internasional yang menyatakan 1 Desember 1961 sebagai hari kemerdekaan Papua. Ia menjelaskan bahwa peristiwa tersebut merupakan bagian dari proses dekolonisasi Belanda yang berlangsung hingga 1971, bukan sebuah proklamasi negara baru. Ia juga menyoroti pentingnya peran akademisi dalam meluruskan narasi sejarah yang kerap disalahartikan di ruang publik.


Lebih jauh, pola politik Belanda terhadap Papua menunjukkan kemiripan dengan strategi yang mereka terapkan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949. Saat itu, Belanda menunda penyelesaian status Irian Barat meski telah mengakui kedaulatan Indonesia. Alih-alih menyerahkan wilayah tersebut, Belanda memperkuat kehadiran militernya dan merancang skenario kemerdekaan Papua pada dekade 1970-an. Hal ini memicu Indonesia mengeluarkan Tri Komando Rakyat (Trikora) pada Desember 1961 sebagai respons terhadap manuver politik Belanda.


Dari sisi hukum internasional, proses integrasi Papua ke dalam wilayah Indonesia berlangsung melalui jalur resmi. Pada 1 Oktober 1962, Belanda menyerahkan administrasi wilayah kepada UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority). Selanjutnya, pada 31 Desember 1962, bendera Belanda diturunkan dan digantikan oleh Merah Putih. Tanggal 1 Mei 1963, administrasi Papua diserahkan sepenuhnya kepada Indonesia. Proses ini diakhiri dengan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969 yang diselenggarakan di bawah pengawasan PBB dan menghasilkan keputusan bahwa Papua tetap menjadi bagian dari Indonesia.


Dengan demikian, 1 Desember 1961 lebih tepat dipahami sebagai simbol identitas kultural dan awal dari proses transisi politik, bukan sebagai hari kemerdekaan Papua. Pemaknaan ulang terhadap tanggal ini penting agar tidak terjadi distorsi sejarah yang dapat menyesatkan generasi mendatang.*