BOGOR - Proyek perumahan Islami yang awalnya menjanjikan hunian berbasis pendidikan Al-Qur’an kini menjadi sumber kekecewaan bagi banyak konsumen. Kasus dugaan penipuan tanah kavling di Desa Ekowisata Tahfidz kembali mencuat setelah tujuh orang korban melaporkan kejadian ini ke Polres Bogor pada Sabtu (23/8/2025).
Laporan yang didampingi oleh tim dari Lembaga Bantuan Hukum Benteng Perjuangan Rakyat (LBH BPR) ini tercatat dengan nomor LP/B/1593/VIII/2025/SPKT/POLRES BOGOR/POLDA JAWA BARAT. Lokasi tanah kavling yang dilaporkan berada di dua tempat, yaitu di RT 002/RW 007, Desa Tajur, Kecamatan Citeureup, dan Desa Pabuaran, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor.
Andi Muhammad Yusuf, SH, selaku Direktur LBH BPR, mengungkapkan bahwa kasus ini melibatkan dua terlapor, pasangan suami istri berinisial EFW dan WH.A Wahid, yang merupakan Ketua Pengurus dan Ketua Pembina Yayasan Tahfidz Indonesia, lembaga di balik proyek tersebut.
“Para korban sudah membayar lunas kavling sejak 2018 hingga 2020, tetapi sertifikat hak milik (SHM) dan status tanah tidak pernah jelas. Berulang kali dijanjikan, namun tidak ada realisasi. Kami sudah layangkan somasi tiga kali, tetapi tidak ada itikad baik dari pihak terlapor,” tegas Andi.
Ia mendesak Polres Bogor untuk segera meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan. “Kami meminta para terlapor segera ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, agar tidak ada korban baru,” ujarnya.
Dewinta, salah satu korban asal Bekasi, menceritakan pengalamannya. Ia membeli tanah kavling di kawasan tersebut pada 2021 dengan janji AJB akan diterbitkan dalam dua tahun. Namun hingga kini, janji tersebut tak pernah ditepati.
“Setiap kali saya tanyakan, alasannya selalu ditunda. Baru belakangan saya tahu tanahnya ternyata masih sengketa,” ungkap Dewinta dengan nada kecewa.
Yuyung Sultan, warga Bandung, juga mengalami hal serupa. Ia tertarik membeli kavling pada 2020 setelah melihat promosi besar-besaran di media sosial. “Konsepnya Islami, ada pesantren dan program tahfidz, jadi saya percaya. Tapi sampai sekarang, surat tanah tidak jelas. Rasanya kami ditipu dengan label Islami,” katanya.
Desa Ekowisata Tahfidz awalnya dipasarkan sebagai kawasan hunian Islami dengan misi sosial mulia: membangun pemukiman berbasis pendidikan Al-Qur’an dan mencetak para penghafal Qur’an. Namun di balik konsep idealis itu, banyak pembeli kavling justru merasa dirugikan.
Para korban menyebut proyek tersebut menjadi contoh bagaimana citra keagamaan bisa dimanfaatkan untuk menarik kepercayaan masyarakat. Kasus ini juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap proyek properti berbasis komunitas yang menggunakan narasi religius.
LBH BPR memastikan pihaknya akan mengawal kasus ini hingga tuntas. “Kami tidak ingin ada lagi korban yang terjebak. Banyak keluarga sudah mengorbankan tabungan untuk investasi properti dengan keyakinan membantu program tahfidz, tetapi kenyataannya mereka justru dirugikan,” ujar Andi Yusuf.
Sementara itu, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan laporan ini. Para korban berharap laporan tersebut dapat segera diproses agar mereka memperoleh kepastian hukum dan hak yang seharusnya mereka terima.
Kasus Desa Ekowisata Tahfidz ini menambah daftar panjang sengketa properti di Kabupaten Bogor. Warga pun berharap pemerintah daerah dapat turun tangan untuk mengawasi proyek serupa agar kepercayaan masyarakat terhadap program pemukiman berbasis komunitas tidak semakin terkikis.