PAPUA - Gelombang kontroversi menerjang persiapan Pemilihan Suara Ulang (PSU) Gubernur dan Wakil Gubernur Papua yang dijadwalkan pada 6 Agustus 2025. Sorotan tajam tertuju pada kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua yang dituding kurang transparan dalam menyajikan informasi terkait identitas dan rekam jejak para kandidat yang diusung partai politik.

Jerry Kiting, pengamat politik dari Rumah Aspirasi Papua, menyuarakan kekecewaannya. Menurutnya, para pemilih berhak mendapatkan gambaran lengkap mengenai riwayat hidup para calon yang telah ditetapkan oleh KPU Papua, termasuk hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit setempat.

"Ada dugaan kinerja yang tidak transparan dari KPU Papua terkait rekam jejak pasangan calon yang telah ditetapkan KPU Papua. Seperti hasil tes kesehatan yang diduga dapat menyebabkan citra buruk di tengah masyarakat," ujar Jerry saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin 28 Juli 2025.

Jerry menambahkan, KPU seharusnya mengumumkan secara terbuka nama-nama pengganti pasangan calon yang didiskualifikasi oleh Mahkamah Konstitusi. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua pun tak luput dari kritik. Bawaslu diharapkan dapat bertindak tegas dalam mengawasi persyaratan administrasi dan menyatakan ketidaklayakan pasangan calon yang diajukan oleh partai politik jika memang tidak memenuhi syarat.

"Tidak hanya KPU Papua yang tidak transparan, jelas ketidaktransparanan KPU ini juga karena didukung oleh tertutupnya Bawaslu Papua yang tidak tegas dalam bersikap. Bawaslu Papua kami duga telah main belakang dengan KPU dan Parpol tertentu untuk meloloskan calon yang harusnya tidak memenuhi syarat," tegas Jerry.

Jerry mendesak KPU dan Bawaslu untuk lebih terbuka kepada masyarakat agar pemilih tidak salah memilih pemimpin untuk Papua lima tahun mendatang.

"KPU dan Bawaslu harusnya bisa lebih terbuka kepada pemilih. Jangan sampai pemilih memilih calon pemimpin yang tidak sanggup bekerja amanah selama 5 tahun ke depan," tandasnya.

Pilkada Papua 2024 sebelumnya diwarnai diskualifikasi peserta melalui putusan Mahkamah Konstitusi nomor 304/PHPU.GUB-XXIII/2025. Pasangan Benhur Tomi Mano dan Yermias Bisai didiskualifikasi karena MK menemukan ketidaksesuaian surat domisili yang digunakan Yermias Bisai untuk menerangkan bahwa yang bersangkutan tidak sedang dalam proses pidana dan tidak sedang dicabut hak politiknya.

Saat ini, PDI Perjuangan mengajukan Constant Carma sebagai pengganti calon wakil gubernur, mendampingi Benhur Tomi Mano. Sementara itu, koalisi dari 16 partai politik mengusung Matius Fakhiri dan Aryoko Alberto Ferninand Rumaropen. Koalisi ini dipimpin oleh Gerindra, Demokrat, Golkar, PAN, PKB, Perindo, Partai Nasdem, PKS, PPP, PSI, PBB, Partai Gelora, Partai Garuda, dan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).*