KALBAR - Kebakaran yang melanda Unit 1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bengkayang, Kalimantan Barat, pada Senin (15/12/2025) memicu desakan publik agar PT PLN (Persero) melalui anak usahanya mengumumkan hasil investigasi secara terbuka. Klaim bahwa kondisi telah "aman dan terkendali" dinilai belum memenuhi prinsip akuntabilitas publik.

Insiden kebakaran yang terjadi sekitar pukul 10.30 WIB di fasilitas yang berlokasi di Dusun Tanjung Gundul, Desa Karimunting, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang, tersebut dilaporkan tidak menimbulkan korban jiwa dan tidak berdampak pada sistem kelistrikan Kalimantan Barat.

Namun, Padepokan Hukum Indonesia menanggapi pernyataan resmi PLN Indonesia Power tersebut dengan menuntut transparansi penuh. Ketua Padepokan Hukum Indonesia, Mus Gaber, menyatakan bahwa insiden di objek vital nasional (Obvitnas) tidak boleh disikapi hanya sebagai persoalan teknis internal.

“Keselamatan memang penting, tetapi akuntabilitas publik jauh lebih penting. PLTU adalah objek vital nasional. Setiap insiden kebakaran bukan sekadar persoalan teknis, melainkan menyangkut keandalan sistem kelistrikan, potensi kerugian negara, serta hak publik atas informasi,” tegas Mus Gaber di Jakarta, Rabu (17/12/2025).

Menurut Mus Gaber, komitmen PLN untuk menyampaikan informasi secara terbuka harus diwujudkan secara konkret, bukan hanya berhenti pada narasi normatif. Publik, kata dia, berhak mengetahui penyebab pasti kebakaran tersebut.

Iklan Setalah Paragraf ke 5

“Publik tidak cukup diberi tahu bahwa listrik tetap menyala. Yang harus dijelaskan adalah apa penyebab kebakaran, apakah akibat kelalaian, kegagalan sistem, kesalahan prosedur operasional, usia peralatan, atau faktor lainnya,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa keterbukaan hasil investigasi merupakan kewajiban hukum, bukan pilihan. Hal ini sejalan dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) serta amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.

Mus Gaber menilai, meskipun kebakaran tidak menimbulkan korban jiwa, insiden di pembangkit listrik menyimpan risiko besar dan berpotensi menimbulkan dampak sistemik jika tidak dievaluasi secara transparan.

“Kita tidak boleh menunggu sampai terjadi pemadaman massal atau muncul korban jiwa baru bertindak. Pencegahan selalu dimulai dari keterbukaan,” katanya.

Selain penyebab utama, publik juga berhak mengetahui apakah standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) telah dijalankan dengan benar, apakah terdapat kegagalan pemeliharaan, potensi kelalaian mitra kerja atau vendor, serta kemungkinan kejadian serupa di unit pembangkit lain.

Mus Gaber mengingatkan bahwa kerahasiaan yang berlebihan dalam tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) justru memicu ketidakpercayaan publik dan membuka ruang spekulasi.

Ia mendorong PLN Indonesia Power untuk segera mengumumkan hasil investigasi secara tertulis, memaparkan langkah korektif dan pencegahan yang akan diambil, serta membuka ruang audit independen apabila diperlukan demi menjaga objektivitas dan kepercayaan.

“Insiden kebakaran PLTU Bengkayang adalah ujian nyata komitmen PLN terhadap transparansi dan akuntabilitas publik. Mengumumkan hasil penyelidikan tidak akan melemahkan institusi, justru memperkuat kepercayaan rakyat,” pungkasnya.*