ACEH — Di tengah upaya pemulihan pascabencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Aceh Tamiang, sebuah video viral yang diunggah oleh Fadly Assegaff memantik kontroversi. Dalam video tersebut, ia menuding bahwa tenda-tenda bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hanya dipasang sebagai “pajangan” menjelang kunjungan Presiden Prabowo Subianto. Namun, fakta di lapangan berbicara lain.

Sejak akses darat menuju wilayah terdampak kembali terbuka pada 6 Desember 2025, BNPB langsung bergerak cepat. Sebanyak 30 tenda pleton dan 1.000 tenda keluarga dikirimkan ke Aceh Tamiang. Dalam waktu tiga hari, 8 tenda pleton dan 664 tenda keluarga telah berdiri dan digunakan oleh para pengungsi. Semua ini terjadi jauh sebelum agenda kunjungan Presiden pada 12 Desember.

Kondisi geografis Aceh Tamiang yang sempat terisolasi total sejak 26 November akibat longsor dan banjir besar menjadi tantangan utama. Distribusi logistik, termasuk tenda, tak bisa dilakukan lebih awal karena akses utama terputus. Begitu jalur logistik dinyatakan aman, tim BNPB bekerja tanpa henti, siang dan malam, untuk memastikan warga terdampak memiliki tempat berteduh yang layak.

Brigjen M Arief Hidayat, Direktur Perencanaan Rehabilitasi BNPB, menegaskan bahwa pemasangan tenda murni didasarkan pada kebutuhan darurat. “Tidak ada kaitannya dengan agenda kunjungan Presiden. Ini soal teknis dan kondisi lapangan,” ujarnya.

Senada dengan itu, Abdul Muhari dari Pusat Data dan Informasi BNPB menepis tudingan pencitraan. Ia menekankan bahwa tenda-tenda tersebut benar-benar digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh warga yang kehilangan rumah. “Kami bekerja berdasarkan kebutuhan, bukan untuk formalitas,” katanya.

Iklan Setalah Paragraf ke 5

Video yang beredar luas itu dinilai sejumlah pihak sebagai bentuk penyebaran informasi yang tidak utuh. Dengan mengabaikan fakta-fakta penting seperti keterbatasan akses dan kerja keras tim di lapangan, narasi dalam video tersebut justru berpotensi menyesatkan publik dan mengganggu proses pemulihan.

Kisruh ini menjadi pengingat pentingnya verifikasi informasi, terutama di tengah situasi darurat. Di saat ribuan warga masih berjuang memulihkan kehidupan, penyebaran informasi yang tidak akurat bisa menjadi bumerang bagi upaya kemanusiaan.

Kini, fokus BNPB dan pemerintah daerah tertuju pada pemulihan jangka panjang. Bersama relawan dan masyarakat, mereka terus membangun kembali harapan di tengah puing-puing bencana. Di saat seperti ini, solidaritas dan kepercayaan publik menjadi fondasi utama agar bantuan kemanusiaan dapat menjangkau mereka yang paling membutuhkan.*