Sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis bagi pembangunan nasional menjadi salah satu sektor yang utama dan penting. Sektor pertanian menjadi sumbangan perekonomian bagi negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan mayoritas masyarakat di Indonesia menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian, Indonesia masih mengalami masalah terkait pangan, dan sektor pertanian memberikan sumbangan besar terhadap sektor lainnya seperti industri dan jasa. Sektor pertanian mempunyai peranan sebagai penyedia pangan sekaligus bahan baku yang mempunyai kontribusi besar terhadap pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto.

Sektor Pertanian adalah aktivitas pengelolaan sumber daya hayati untuk menghasilkan bahan industri, bahan pangan, sumber energi sekaligus pelestarian sumber daya lingkungannya. Pembangunan sektor pertanian berperan dalam peningkatan produksi pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan industri dan pangan termasuk ekspor dan peningkatan pendapatan, memperluas lapangan pekerjaan serta pemerataan pertumbuhan ekonomi di masyarakat.

Dalam mengurangi ketimpangan di sektor pertanian diperlukan ketahanan pangan. Untuk menjalankan misi ketahanan pangan, pemerintah perlu untuk membangun ketahanan pangan berbasis sumber daya lokal dan teknologi unggul untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pangan. Strategi ini berkontribusi pada pengurangan ketimpangan di sektor pertanian dengan memperkuat ketahanan pangan nasional. 

Di Indonesia, pada pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua (KIB 2), ketahanan pangan menjadi salah satu dari 11 prioritas pembangunan nasional, seperti tertera dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 (Bappenas, 2010). Untuk mendukung pencapaian ketahanan pangan tersebut, di Kementerian Pertanian dilaksanakan program yang disebut Empat Sukses Pertanian, yang terdiri dari pencapaian swasembada lima komoditas pangan penting, yaitu beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi pada tahun 2014; peningkatan diversifikasi pangan; peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor komoditas pertanian; dan peningkatan kesejahteraan petani (Kementerian Pertanian, 2010). Dalam prakteknya, sukses nomor satu selalu menjadi fokus utama karena peningkatan produksi pangan menjadi kriteria utama keberhasilan kementerian ini dalam mengemban tugasnya. Tetapi sepuluh tahun ke depan, dalam kurun waktu 2015-2025, sejalan dengan kondisi global, negara-negara berkembang termasuk Indonesia menghadapi keadaan yang semakin sulit untuk mencapai, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas keberlanjutan ketahanan pangan.

Ketahanan pangan versi negara Republik Indonesia telah dirumuskan dalam UU Pangan (Suryana, 2013b). Dengan mengacu pada berbagai definisi yang berlaku di Indonesia dan di masyarakat internasional, para penyusun UU Pangan merumuskan batasan ketahanan pangan yang di dalamnya merangkum beberapa butir penting sebagai berikut: (1) terpenuhinya kebutuhan pangan bagi negara sampai tingkat perseorangan; (2) tolok ukur terpenuhinya kebutuhan pangan meliputi berbagai aspek yaitu: (a) dari sisi kuantitas jumlahnya cukup, (b) dari sisi kualitas mutunya baik, aman dikonsumsi, jenis pangan tersedia beragam, memenuhi kecukupan gizi, (c) dari sisi keamanan pangan rohani, pangan harus tidak bertentangan dengan kaidah agama, keyakinan dan budaya masyarakat, serta (d) dari sisi keterjangkauan ekonomi, pangan tersedia merata ke seluruh pelosok Indonesia dengan harga terjangkau oleh seluruh komponen masyarakat; dan (3) penyediaan dan keterjangkauan pangan ini dimaksudkan agar masyarakat sampai perseorangan dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.  

Iklan Setalah Paragraf ke 5

Pemerintah membagi sistem ketahanan pangan yang terdiri dari tiga subsistem, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan. Berbagai parameter dapat dipakai untuk mengukur kinerja ketahanan pangan. Dalam tulisan ini dipilih enam parameter, yaitu pencapaian sasaran swasembada lima komoditas pangan penting, ketersediaan energi dan protein per kapita (ketersediaan), proporsi penduduk miskin, konsumsi energi dan protein per kapita (keterjangkauan), pencapaian skor Pola Pangan Harapan (PPH), dan parameter gizi pada anak usia di bawah lima tahun atau balita (pemanfaatan). 

Dalam kurun waktu satu dekade terakhir (2014-2024), sektor pertanian Indonesia menghadapi berbagai dinamika yang mencerminkan ketahanan sekaligus tantangan strukturalnya. Meskipun sektor ini tetap menjadi pilar fundamental dalam perekonomian nasional, kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan, dari 13,34 persen pada 2014 menjadi 12,61 pada 2024. Perubahan ini menunjukkan adanya pergeseran struktur ekonomi yang semakin bergantung pada sektor non-tradable.

Perkembangan sektor pertanian selama satu dekade terakhir tidak juga menunjukkan pola yang konsisten. Pada awal dekade, pertumbuhan sektor ini berada di kisaran 3-4 persen per tahun, tetapi mengalami tekanan berat pada 2020 akibat pandemi Covid-19, yang menyebabkan pertumbuhannya hanya mencapai 1,77 persen. Namun setelah pandemi, sektor pertanian masih belum juga mampu kembali ke level pra pandemi dan bahkan pertumbuhan pada tahun 2024 semakin terpuruk menjadi 0,67 persen.

Lebih spesifik lagi pada subsektor pertanian, tanaman perkebunan menjadi pendorong utama dengan pertumbuhan yang cukup stabil di atas 3 persen per tahun, didukung oleh data pertumbuhan subsektor perkebunan yang mencapai 4,17 persen pada 2024 dan rata-rata di atas 3 persen sepanjang dekade terakhir. Komoditas unggulan seperti kelapa sawit dan kakao terus berkontribusi pada ekspor pertanian, dengan nilai ekspor produk kelapa sawit mencapai sekitar USD 40 miliar, menyumbang sekitar 14,2 persen dari total ekspor non migas Indonesia. Sementara itu, ekspor kakao mencapai USD 1,26 miliar atau sekitar 3 persen dari total nilai ekspor komoditas perkebunan. Subsektor tanaman pangan dan hortikultura menghadapi tekanan dari perubahan pola konsumsi, fluktuasi harga input produksi, serta tantangan perubahan iklim. Selain itu, sub-sektor peternakan sempat menunjukkan pertumbuhan positif, namun mengalami perlambatan sejak 2019 akibat meningkatkan biaya produksi dan ketergantungan pada impor pakan ternak.

Dalam hal upaya mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan produktivitas sektor pertanian, pemerintah telah menetapkan beberapa target strategis untuk tahun 2025. Target ini mencakup peningkatan produksi pangan pokok, penguatan infrastruktur pertanian, serta peningkatan kesejahteraan petani. Berdasarkan data dan rencana yang telah disusun oleh Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional, target utama yang ingin dicapai pada tahun 2025 adalah swasembada pangan. Swasembada Pangan sebagai salah satu Asta Cita Pemerintahan Prabowo Subianto menghadapi ujian berat untuk diwujudkan di tengah warisan persoalan pertanian selama dekade terakhir. Belum lagi adanya tantangan kebijakan efisiensi anggaran yang juga turut menyasar sektor pertanian akan menjadi batu ujian dalam memulihkan kinerja sektor pertanian ke depan. Pemerintah menargetkan untuk mencapai swasembada pangan terutama pada komoditi beras dengan produksi beras nasional sebesar 32,29 juta ton pada tahun 2025. Target ini didukung oleh program-program seperti perluasan lahan sawah melalui cetak sawah baru seluas 100 ribu hektare, optimalisasi lahan tadah hujan seluas 500 ribu hektare, dan peningkatan produktivitas padi melalui penggunaan benih unggul dan teknologi pertanian modern.

Swasembada pangan bukan hanya soal angka produksi. Ini tentang keadilan dan kesempatan yang sama bagi seluruh petani untuk tumbuh. Pemerintah memegang peran penting sebagai penjaga keseimbangan dan kesejahteraan dalam memastikan tidak ada petani yang tertinggal di balik ladang-ladang harapan. Perlindungan lahan pertanian adalah kunci jangka panjang. Jika sawah terus berganti menjadi industri dan pembangunan infrastruktur lainnya, bagaimana kita bisa berharap pada rencana swasembada pangan ini. Petani perlu kepastian bahwa lahan mereka tetap bisa ditanami, dan generasi selanjutnya masih bisa bertani. Di tahun 2025 ini, harus kita usahakan agar terwujud pertanian yang bukan hanya kuat, tapi juga adil dan manusiawi.(M Raffi Fatchurrahman)