BEKASI — Pelantikan pengurus Gerakan Muslimin Republik Indonesia (Gemira) Kota Bekasi menjadi momen penting yang tidak hanya menandai ekspansi struktur organisasi, tetapi juga memperkuat posisi politik organisasi keislaman ini dalam mendukung kebijakan strategis Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, pada Senin, 22 Juni 2025.

Ketua Gemira Jawa Barat, H. Ricky Kurniawan, Lc, secara tegas menyatakan bahwa langkah Gubernur Dedi Mulyadi dalam merombak sistem hibah pondok pesantren adalah bagian dari upaya reformasi birokrasi keagamaan yang sudah lama ditunggu.

“Kami di Gemira menilai ini sebagai bentuk pembenahan yang berani. Ini bukan soal memangkas dukungan untuk pesantren, tapi soal mendistribusikannya dengan adil dan jauh dari kepentingan politik,” ujar Ricky saat memberikan sambutan dalam pelantikan Gemira Bekasi, Senin (22/6).

Hadir dalam acara tersebut tokoh-tokoh penting seperti Anggota DPR RI Obon Tabroni, Sekjen Gemira Sudarto, serta Sekjen PD Gemira Jabar Ihsanudin. Mereka menyampaikan komitmen bersama untuk membela pesantren-pesantren kecil dan independen yang selama ini tidak tersentuh program hibah karena tak memiliki koneksi politik.

Ricky, yang merupakan alumni Pondok Pesantren Darunnajah dan Universitas Al-Azhar Mesir, juga membantah anggapan miring terhadap Dedi Mulyadi. Menurutnya, persepsi bahwa Dedi anti-pesantren adalah keliru dan tak berdasar.

“Justru Gubernur sedang membersihkan sistem dari ketimpangan lama. Banyak pesantren yang sebenarnya layak tapi tidak pernah disentuh karena tidak punya kedekatan dengan penguasa,” ujarnya.

Diketahui, berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2025, sejumlah organisasi dan lembaga keagamaan, termasuk pondok pesantren, mengalami pemangkasan anggaran hibah. Namun, anggaran operasional untuk instansi vertikal seperti Polda, Kodam III/Siliwangi, dan TNI AL tetap utuh. Hal ini menimbulkan reaksi beragam, namun Dedi menegaskan bahwa langkah tersebut untuk menghindari praktek hibah yang tidak transparan.

“Banyak yayasan yang fiktif, menerima dana miliaran. Ini tidak bisa dibiarkan. Kita ingin hibah yang benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat,” tegas Dedi dalam pernyataannya.

Dari 370 lembaga keagamaan yang awalnya masuk daftar penerima hibah, tersisa hanya dua yang masih dialokasikan anggaran: LPTQ Jabar sebesar Rp9 miliar dan Yayasan Mathla’ul Anwar di Kabupaten Bogor sebesar Rp250 juta.

Gemira pun menyambut baik kebijakan baru yang melibatkan Kementerian Agama dalam memverifikasi data madrasah dan lembaga pendidikan Islam. Menurut Ricky, ini akan membawa pesantren ke arah yang lebih profesional dan terstandarisasi.

**Suara Terbesar dari Bogor, Sosok Ricky Diperhitungkan di Politik Jabar**

Ricky Kurniawan bukan sekadar aktivis ormas Islam. Ia adalah salah satu politisi paling berpengaruh di Kabupaten Bogor. Pada Pemilu 2024, ia kembali terpilih menjadi anggota DPRD Jawa Barat dengan perolehan suara tertinggi di Dapil VI (Kabupaten Bogor), mencapai **132.700 suara**. Ini menjadi periode keempatnya sejak pertama kali terpilih pada 2009.

Ia dikenal konsisten memperjuangkan isu pendidikan keagamaan, pesantren, serta program pemberdayaan umat. Dukungan politik dari Ricky dan Gemira dinilai bisa memperkuat legitimasi kebijakan Dedi Mulyadi di tengah tekanan dari berbagai kelompok.

“Yang kami dukung adalah keberanian untuk merombak sistem yang sudah terlalu lama dikuasai elite. Ini bentuk keberpihakan nyata pada pesantren kecil dan lembaga independen,” pungkas Ricky.

Dengan pelantikan Gemira Bekasi dan konsolidasi dukungan terhadap Gubernur, langkah Gemira Jabar ke depan tampaknya akan lebih strategis dan berperan dalam diskursus publik, terutama menyangkut tata kelola anggaran keagamaan di Jawa Barat.*