Oleh: Cindy Agnesia - Mahasiswa FEB UNISRI, KKN Kelompok 26

KLATEN - Setiap mahasiswa punya kisahnya sendiri saat KKN, dan kisah saya dimulai di sebuah desa bernama Jurangjero, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten. Desa ini sederhana, namun sejak pertama kali menapakkan kaki, saya merasa disambut oleh suasana yang begitu hangat. Sawah hijau terbentang luas di kanan-kiri jalan, suara burung bercampur dengan semilir angin, dan senyum warga membuat saya yakin bahwa sebulan ke depan akan menjadi pengalaman berharga.

Sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNISRI Surakarta yang tergabung dalam Kelompok 26, saya datang dengan semangat mengabdi. Tetapi di luar program kelompok, saya juga harus melaksanakan program kerja individu. Dari sanalah saya mulai mengamati lebih dekat kehidupan warga.

Di tengah rutinitas masyarakat desa, saya menemukan sesuatu yang menarik: dua produk yang menjadi kebanggaan warga, yaitu telur asin dan karak. Telur asin diproduksi dengan cara tradisional, rasanya gurih, awet, dan disukai pembeli. Sementara karak—camilan renyah khas Jawa—menjadi teman setia di banyak meja makan.

Meski kualitas keduanya tidak diragukan lagi, saya melihat ada satu hal yang kurang: identitas produk. Telur asin masih dijual tanpa label yang jelas, sedangkan usaha karak belum memiliki media promosi. Padahal, sebuah produk bukan hanya soal rasa, tetapi juga bagaimana ia diperkenalkan kepada konsumen.

Iklan Setalah Paragraf ke 5

Dari pengamatan sederhana itulah saya menemukan ide: telur asin perlu diberi label, dan usaha karak perlu diberi banner.

Tanggal 29 Juli 2025 menjadi titik awal perjalanan program individu saya. Hari itu saya mengadakan sosialisasi kepada warga yang terlibat dalam produksi telur asin dan karak.

Saya menjelaskan bahwa label pada telur asin tidak sekadar tempelan, tetapi sebuah identitas. Label dapat menampilkan nama produk, komposisi, hingga tanggal kedaluwarsa—hal-hal kecil yang bisa meningkatkan kepercayaan konsumen. Begitu pula dengan banner untuk karak, yang dapat menjadi media promosi sederhana agar usaha lebih mudah dikenali.

Suasana sosialisasi berlangsung akrab. Meskipun sederhana, momen itu terasa penting karena di situlah ide saya mulai diterima. Saya melihat mata para pelaku usaha berbinar, seakan mereka menyadari bahwa usaha mereka layak mendapatkan perhatian lebih.

Setelah sosialisasi, saya mulai bekerja. Malam-malam saya habiskan untuk merancang desain label telur asin: sederhana, jelas, namun tetap menarik. Di dalamnya saya sertakan informasi penting agar konsumen merasa yakin dengan produk ini.

Untuk karak, saya membuat banner dengan warna mencolok dan tulisan tegas agar mudah terbaca dari jauh. Banner ini saya bayangkan bukan hanya sekadar kain bergambar, melainkan penanda identitas sebuah usaha yang selama ini berjalan tanpa pengenal.

Karena keterbatasan fasilitas di desa, proses cetak harus dilakukan di luar Jurangjero. Saya beberapa kali harus keluar desa untuk memastikan hasil cetakan sesuai dengan desain yang sudah dibuat. Proses itu memang melelahkan, tetapi ada semangat yang selalu mengiringi: keinginan agar produk lokal desa ini bisa lebih dihargai.

Tanggal 4 Agustus 2025 menjadi hari yang penuh makna. Setelah melalui perencanaan, desain, dan pencetakan, akhirnya tiba saatnya untuk menyerahkan hasil program.

Ketika label menempel pada kemasan telur asin, produk yang semula tampak polos berubah menjadi lebih meyakinkan. Ada identitas yang terpampang jelas, ada informasi yang membuatnya terasa lebih profesional. Bagi saya, itu bukan sekadar stiker, melainkan sebuah tanda bahwa produk lokal ini siap melangkah lebih jauh.

Begitu pula dengan banner karak. Saat dipasang di depan rumah produksi, banner itu seolah menjadi pengumuman kepada dunia luar: “Inilah karak khas Dusun Ngawinan desa Jurangjero, hasil kerja keras warga desa.” Kini usaha tersebut tidak lagi berjalan diam-diam, melainkan tampil dengan identitas yang tegas.

Pengalaman ini membuat saya sadar bahwa perubahan besar tidak selalu dimulai dengan hal besar. Kadang cukup dari label kecil atau selembar banner, sebuah usaha bisa naik kelas. Yang lebih penting, saya melihat bagaimana perubahan sederhana ini menumbuhkan rasa percaya diri bagi pelaku usaha desa.

Saya juga belajar arti kebersamaan. Teman-teman KKN Kelompok 26 selalu siap membantu, warga desa dengan senang hati mendukung, dan pelaku usaha mau menerima ide baru. Semua unsur itu saling melengkapi, membuat program ini berjalan lancar.

KKN di Desa Jurangjero bukan hanya tentang menjalankan kewajiban akademik, tetapi tentang perjalanan hati. Saya datang membawa niat sederhana, namun pulang dengan banyak pelajaran: tentang ketekunan warga desa, tentang arti kerja sama, dan tentang bagaimana perubahan kecil bisa membawa dampak besar.

Label pada telur asin dan banner pada karak adalah hasil nyata dari program individu saya. Tetapi lebih dari itu, keduanya menjadi simbol harapan bahwa produk lokal desa bisa lebih maju, lebih dikenal, dan lebih dihargai.

Dari Jurangjero, saya belajar bahwa setiap usaha, sekecil apa pun, pantas memiliki identitas. Dan pada tanggal 29 Juli hingga 4 Agustus 2025, identitas itu resmi lahir untuk telur asin dan karak di Dusun Ngawinan Desa Jurangjero.