BOGOR - Gerakan Muslimin Republik Indonesia (Gemira) Jawa Barat menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait pemangkasan alokasi dana hibah untuk pondok pesantren yang tertuang dalam APBD 2025. Kebijakan ini dipandang sebagai upaya penataan manajemen hibah yang lebih adil dan transparan, bukan sebagai bentuk pengabaian terhadap dunia pesantren.
Ketua Gemira Jawa Barat, H. Ricky Kurniawan, Lc., menegaskan bahwa langkah Dedi Mulyadi merupakan strategi untuk memastikan bantuan tidak hanya terpusat pada lembaga yang memiliki kedekatan politik tertentu.
"Gemira mendukung sepenuhnya langkah Gubernur Dedi Mulyadi dalam memperbaiki tata kelola dana hibah, termasuk untuk pondok pesantren. Kami menilai ini adalah langkah strategis untuk memastikan bantuan tidak hanya jatuh pada lembaga yang punya akses politik,” ujar Ricky di Bogor, Senin (22/6).
Ricky, seorang alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, menepis anggapan bahwa Dedi Mulyadi tidak memiliki perhatian terhadap pondok pesantren. Menurutnya, gubernur justru tengah berupaya mendistribusikan bantuan keagamaan secara lebih merata dan tepat sasaran.
Pergub No. 12 Tahun 2025 tentang Penjabaran APBD 2025 mencatat adanya pemangkasan anggaran hibah untuk berbagai organisasi, termasuk pondok pesantren, NU, Persis, PMI, KPID, dan KNPI. Namun, beberapa instansi vertikal seperti Polda Jabar, Kodam III/Siliwangi, dan Pangkalan TNI AL tetap menerima dana operasional penuh.
Gubernur Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil untuk mengakhiri praktik hibah yang tidak transparan dan seringkali dipolitisasi.
“Satu, agar hibah ini tidak jatuh pada pesantren yang itu-itu saja. Kedua, tidak jatuh hanya pada lembaga yang punya akses politik,” kata Dedi.
Dedi Mulyadi juga menyoroti banyaknya yayasan yang diduga fiktif atau tidak memiliki legalitas lengkap, namun tetap menerima dana hibah dalam jumlah besar dari pemerintah.
“Banyak yayasan terima sampai Rp 25 sampai 50 miliar. Tapi banyak juga yayasannya bodong. Ini harus dibenahi,” ujarnya.
Koordinasi dengan Kementerian Agama di seluruh Jawa Barat juga dilakukan untuk mengarahkan bantuan ke madrasah dan tsanawiyah yang kurang memiliki akses ke kekuasaan, namun membutuhkan dukungan infrastruktur pendidikan.
“Kalau ini untuk lembaga pendidikan agama, maka pengelolaannya juga harus beragama, harus benar,” tegasnya.
Gemira memandang pendekatan baru ini sebagai bentuk keberpihakan pada pesantren kecil dan lembaga keagamaan yang selama ini kurang mendapatkan perhatian karena keterbatasan akses politik.
“Kami yakin, perubahan ini bukan bentuk penolakan pada pesantren, melainkan justru wujud tanggung jawab agar bantuan publik tidak salah sasaran,” ujar Ricky Kurniawan.
Dari lebih dari 370 lembaga yang semula direncanakan menerima hibah, hanya dua yang tetap mendapatkan bantuan, yaitu Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Jawa Barat senilai Rp 9 miliar dan Yayasan Mathla’ul Anwar di Ciaruteun Udik, Kabupaten Bogor senilai Rp 250 juta.
Kebijakan ini memang menuai pro dan kontra. Gemira meyakini bahwa dengan prinsip pemerataan dan penertiban administrasi, langkah ini patut didukung demi masa depan pesantren yang lebih kuat dan berdaya.
Ricky Kurniawan, seorang politisi senior dari Partai Gerindra, telah empat periode menjabat sebagai anggota DPRD Jawa Barat. Pada Pemilukada 2024, ia memperoleh 132.700 suara di Dapil Jabar VI (Kabupaten Bogor), menjadikannya anggota DPRD dengan perolehan suara tertinggi di wilayah tersebut. Ricky adalah alumni Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta dan Universitas Al-Azhar Mesir.
Dukungan Gemira terhadap kebijakan ini diharapkan dapat meredam polemik yang muncul dan mendorong terciptanya tata kelola dana hibah yang lebih baik demi kemajuan dunia pesantren di Jawa Barat.
Langkah Dedi Mulyadi ini dinilai berani dan menjadi angin segar bagi pesantren-pesantren yang selama ini kesulitan mendapatkan akses bantuan terutama di Kabupaten Bogor, dengan penduduk terbanyak. Dengan alokasi dana yang lebih merata, diharapkan kualitas pendidikan dan fasilitas di seluruh pesantren dapat ditingkatkan secara signifikan. Masyarakat Jawa Barat, khususnya yang peduli terhadap pendidikan agama, akan terus memantau implementasi kebijakan ini dan berharap agar tujuan pemerataan dan penertiban administrasi dapat tercapai dengan optimal.
Kabupaten Bogor Suara Terbanyak Mayoritas di Jawa Barat
Diketahui, Ricky Kurniawan adalah legislatif 4 periode DPRD di Jabar, Ricky Kurniawan, di Pemilukada 2024 dari Partai Gerindra yang memperoleh 132.700 suara, ia adalah anggota DPRD dengan suara tertinggi di Dapil Jabar VI (Kabupaten Bogor).
Ricky Kurniawan bukanlah nama baru di kancah politik Jawa Barat. Sejak 2009, ia telah empat kali terpilih menjadi anggota DPRD provinsi, memperjuangkan berbagai isu krusial seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, pondok pesantren, dan kesehatan.
Ricky merupakan alumni Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta dan Universitas Al-Azhar Mesir. Sejak awal karirnya, Ricky sudah menunjukkan potensi besar. Pada Pemilu 2009, ia mengantongi 43.507 suara dan berhasil duduk di kursi DPRD Jawa Barat.
Perjalanannya terus berlanjut pada 2014 ketika ia kembali terpilih dengan perolehan 61.368 suara. Pada Pemilu 2019, Ricky mendapatkan kepercayaan rakyat dengan suara terbanyak di Jawa Barat, yaitu 144.622 suara. Terakhir, pada Pemilu 2024, Ricky berhasil meraih 132.700 suara di Kabupaten Bogor, menjadikannya salah satu politisi terkuat di wilayah Kabupaten Bogor.*
                                                    
        