JAKARTA - Puluhan mahasiswa dan perwakilan masyarakat Halmahera Timur yang tergabung dalam Front Mahasiswa Maluku Utara Pro Warga Maba Sangaji (Format Praga) menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung KPK RI, Jakarta, pada Senin (11/8/2025). Mereka hadir untuk menyuarakan kepentingan warga yang merasa terancam oleh aktivitas pertambangan PT Position yang berpotensi merusak tanah dan sumber air mereka.

Di bawah pimpinan M. Reza Syadik, para demonstran menegaskan bahwa izin usaha pertambangan yang diberikan kepada perusahaan tersebut diduga memiliki cacat prosedur, penuh dengan konflik kepentingan, dan merugikan masyarakat serta lingkungan sekitar. Temuan ini didasarkan pada hasil investigasi lapangan, dokumen resmi, serta kesaksian dari warga yang terdampak langsung.

Kerusakan lingkungan menjadi isu utama dalam aksi ini. Air Kali Maba Sangaji dan anak-anak sungainya, seperti Kaplo, Tutungan, Samlowos, Sabaino, dan Miyen, dilaporkan mengalami pencemaran yang signifikan. Ekosistem sungai yang rusak, hilangnya lahan produktif, serta meningkatnya risiko banjir mendadak membuat nelayan kehilangan pendapatan dan petani merugi hingga miliaran rupiah setiap tahunnya.

Format Praga juga menyoroti bahwa proses penerbitan izin tambang melibatkan tanda tangan pejabat publik tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. Mereka mendesak KPK untuk segera melakukan pemeriksaan dan menetapkan Sekretaris Daerah Halmahera Timur sebagai tersangka terkait dugaan keterlibatan dalam pemberian izin tersebut.

Selain itu, massa juga menuntut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mencabut seluruh izin yang diberikan kepada PT Position, melakukan audit menyeluruh terhadap izin tambang di Maluku Utara, dan mempublikasikan hasil audit tersebut secara transparan.

Dalam orasinya, Reza menegaskan bahwa isu ini bukan hanya sekadar masalah lingkungan, tetapi juga menyangkut keberpihakan negara terhadap rakyat. "Jika pemerintah pusat terus menutup mata, masyarakat akan menganggap negara turut menjadi bagian dari persoalan," kata Reza, di tengah teriakan dukungan dari massa dan spanduk yang menyerukan #Bebaskan11WargaAdatMabaSangaji sebagai bentuk solidaritas bagi warga adat yang kini terjerat proses hukum.

Aksi ini menjadi pengingat bahwa di balik setiap izin tambang yang bermasalah, terdapat kisah tentang tanah yang gundul, sungai yang kehilangan kejernihannya, dan warga yang terpinggirkan dari tanah leluhurnya.*