JAKARTA — Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan anggota Dewan Kota Jakarta Barat, NS, terhadap seorang pegawai honorer berinisial NF (29) bukan hanya soal kalimat cabul yang viral di WhatsApp. Lebih dari itu, peristiwa ini membuka tabir tentang budaya pelecehan yang selama ini ditutupi di lingkungan kantor pemerintahan.
NF, seorang aktivis perempuan lulusan Universitas Trisakti yang saat ini bekerja sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PJLP), akhirnya berani angkat suara. Pada 16 April 2025, ia resmi melaporkan NS ke Polda Metro Jaya, membawa serta rentetan kejadian tak pantas yang ia alami sejak Februari hingga Maret 2025 di kawasan kantor DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih.
Pesan Chat: "Boleh nih Mandi Bareng" Puncak Sebelum Lapor ke Polisi
Menurut Ralian Jawalsen dari Pusat Bantuan Hukum Masyarakat, pesan singkat “boleh nih mandi bareng” hanyalah puncak dari berbagai tindakan tak senonoh yang ia alami. Dalam keterangannya, NF menyebutkan NS beberapa kali melakukan kontak fisik tanpa persetujuan, seperti mencoba mencium, menyentuh bagian tubuh, hingga menggesekkan tubuhnya ke korban.
Kasus ini memantik perhatian sejumlah aktivis perempuan dan pegiat hukum. Ralian Jawalsen dari Pusat Bantuan Hukum Masyarakat menyebut kasus NF mencerminkan persoalan sistemik di kantor-kantor pemerintahan yang masih abai terhadap tindakan kekerasan seksual.
“Ini bukan sekadar soal WhatsApp mesum. Ini soal pelecehan yang dilakukan di lembaga wakil rakyat, tempat masyarakat seharusnya merasa aman,” tegasnya.
Ralian menambahkan, keberanian NF patut diapresiasi karena selama ini korban pelecehan seksual di lingkungan pemerintahan sering kali memilih diam karena takut tekanan atau ancaman karier.
Di sisi lain, kasus ini tak lepas dari dugaan intervensi politik. Terduga pelaku disebut-sebut masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Ketua DPRD DKI Jakarta, Khoirudin. Sejumlah pihak mengaku sulit menghubungi Khoirudin untuk meminta tanggapan. “Nomornya tidak aktif, belum ada respons,” kata sumber internal DPRD.
Situasi ini semakin mempersulit jalannya proses hukum yang saat ini ditangani di Polda Metro Jaya. Namun, NF menegaskan dirinya tidak gentar.
“Saya lakukan ini bukan hanya untuk NF, tapi untuk perempuan-perempuan lain yang masih mengalami pelecehan,” ujar Ralian.
Kasus ini diharapkan bisa menjadi titik awal perubahan bagi lingkungan kantor pemerintahan yang bersih dari kekerasan seksual. Banyak pihak meminta Komisi Yudisial dan Ombudsman turun tangan, mengingat dugaan tekanan dari elit politik yang bisa saja mempengaruhi jalannya proses hukum.
“Jangan biarkan pelaku berlindung di balik jabatan politik dan kekuasaan keluarga,” tegas Ralian.
Sampai saat ini, laporan NF masih diproses oleh penyidik. Publik menanti keseriusan aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus ini tanpa pandang bulu.*
.png)
.png)

