JAKARTA – Proyek pembangunan Gedung Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (UPPPD) Kebayoran Lama yang dikerjakan PT Debitindo Jaya kembali menuai sorotan. Center For Budget Analysis (CBA) memperingatkan adanya potensi kerugian negara akibat lemahnya pengawasan dalam proses tender proyek senilai Rp29,5 miliar tersebut.

Menurut Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi, proyek ini patut didalami karena banyak indikasi yang mengarah pada manipulasi tender. Ia mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta segera mengambil langkah konkret dengan mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik), serta memanggil pihak-pihak terkait termasuk jajaran direksi PT Debitindo Jaya dan pejabat Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta.

“Proyek ini bukan hanya soal nilai kontrak yang besar, tetapi juga soal transparansi dan integritas dalam pengelolaan uang rakyat. Ada dugaan kuat proyek ini dijalankan secara tidak wajar,” kata Uchok, Minggu 1 Juni 2025.

Sementara, Koordinator CBA, Jajang Nurjaman, menambahkan bahwa kejanggalan terlihat dari pola penawaran para peserta tender. Dari 209 peserta yang terdaftar, 12 perusahaan memasukkan angka penawaran yang identik hingga ke dua digit desimal. Selain itu, sebagian besar peserta bahkan tidak menyertakan penawaran harga, termasuk dua perusahaan yang tidak mencantumkan NPWP.

“Pola seperti ini menunjukkan ada skenario yang sudah disiapkan sebelumnya. Bisa jadi, ini bentuk tender formalitas semata untuk meloloskan pihak tertentu,” ujar Jajang.

Iklan Setalah Paragraf ke 5

Pagu anggaran proyek tersebut tercatat sebesar Rp38,1 miliar, dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp37,9 miliar. PT Debitindo Jaya menjadi pemenang tender dengan nilai penawaran Rp29,58 miliar atau hanya 77,98 persen dari HPS. Meski selisih ini terkesan menghemat anggaran, CBA menilai harga yang terlalu rendah justru bisa berisiko terhadap mutu bangunan yang dihasilkan.

Lebih lanjut, Jajang menyoroti adanya pola sistematis dalam penawaran yang terlihat dibuat berjenjang dengan selisih nilai yang sangat tipis, praktik yang diduga kuat sebagai bentuk cover bidding atau penawaran pengiring.

“Jika praktik ini dibiarkan, bukan hanya kualitas proyek yang terancam. Ini bisa membuka celah korupsi terstruktur dan merusak tata kelola pengadaan barang dan jasa secara keseluruhan,” tegasnya.

CBA pun mendesak agar KPK, BPK, dan lembaga pengawas lainnya turut turun tangan melakukan audit investigatif. Menurut mereka, dugaan pelanggaran dalam proyek ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap sistem pengadaan pemerintah.*