JAKARTA - Center for Budget Analysis (CBA) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap M. Idris, Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Nasdem. Hal ini terkait dengan keberadaan ayam hias miliknya yang diperkirakan bernilai miliaran rupiah, namun diduga tidak tercantum dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Uchok Sky Khadafi, Direktur Eksekutif CBA, menegaskan bahwa semua aset yang dimiliki oleh pejabat publik, termasuk hewan peliharaan seperti ayam hias, wajib dilaporkan dalam LHKPN. Menurutnya, hewan tersebut memiliki nilai ekonomis yang signifikan dan harus dicantumkan dalam laporan.

“Bukan hanya ayamnya, tetapi kandangnya juga harus dilaporkan. Karena semuanya memiliki nilai yang bisa dihitung secara ekonomi. Maka saya minta KPK segera memeriksa M. Idris beserta aset-asetnya berupa ayam hias,” ujar Uchok.

Uchok menekankan pentingnya transparansi dalam pelaporan kekayaan pejabat publik. Ketiadaan laporan terhadap aset-aset tersebut dinilai melanggar prinsip akuntabilitas dan membuka potensi penyimpangan.

Sementara itu, M. Idris membantah tuduhan bahwa dirinya tidak melaporkan aset sesuai ketentuan. Ia berpendapat bahwa hewan peliharaan seperti ayam tidak bersifat tetap karena bisa mati sewaktu-waktu, sehingga tidak termasuk dalam kategori yang wajib dilaporkan.

Iklan Setalah Paragraf ke 5

“Tidak benar kalau hewan, apalagi ayam hias, harus dimasukkan dalam LHKPN. Itu hewan hidup yang kapan saja bisa mati. Jadi tidak wajib dilaporkan,” kata Idris seperti dikutip dari media online.

Meski demikian, ia mengaku telah melaporkan kandang ayam miliknya sebagai aset tetap. Ia menambahkan bahwa kandang-kandang tersebut sudah dimilikinya sejak sebelum menjadi anggota dewan.

“Yang saya laporkan adalah kandangnya, karena itu memang aset fisik. Saya sudah miliki kandang-kandang itu jauh sebelum saya duduk di DPRD,” jelasnya.

Namun, dalam situs resmi KPK, hewan ternak dan peliharaan seperti ayam, sapi, hingga ikan, termasuk dalam kategori barang bergerak lainnya yang wajib dicantumkan dalam LHKPN, terutama jika memiliki potensi ekonomis yang signifikan.

Uchok menilai pernyataan Idris menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap kewajiban pelaporan harta kekayaan secara menyeluruh. Ia pun meminta agar KPK segera menindaklanjuti informasi ini untuk menjamin keadilan dan integritas pejabat publik.

“Tidak bisa alasan 'ayam bisa mati' dijadikan dalih untuk menghindari pelaporan. Kalau nilainya miliaran, tentu itu aset yang harus dicatat,” tegas Uchok.

CBA juga mengingatkan pentingnya pengawasan publik terhadap gaya hidup dan kepemilikan aset para penyelenggara negara, terutama jika ditemukan ketidaksesuaian antara penghasilan dan harta yang dimiliki.

Kasus ini pun menjadi sorotan warganet, yang mempertanyakan apakah ayam hias bernilai miliaran rupiah bisa dianggap bukan aset hanya karena berstatus hewan hidup. Jika benar ayam-ayam hias tersebut bernilai tinggi, maka seharusnya dilaporkan sesuai peraturan, demi menjaga transparansi dan kepercayaan masyarakat terhadap pejabat negara.*