JAKARTA – Di tengah peringatan 77 tahun Nakba yang sarat makna, bukan pidato politik ataupun deretan pejabat yang paling menggetarkan. Justru bait-bait puisi yang sederhana namun tajam menjadi titik klimaks yang menggoreskan luka sejarah ke dalam benak para hadirin.

Puisi sang legendaris Taufiq Ismail berjudul “Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu” kembali dibacakan, juga lantang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh anggota DPRD Jawa Barat, Ricky Kurniawan. Dalam suasana hening yang menyelimuti ruangan Flores A, Hotel Borobudur Jakarta, suara Ricky menjadi gema nurani yang menyatukan simpati, duka, dan solidaritas terhadap rakyat Palestina.

Ketika puisi dibacakan, setiap kata menjadi peluru yang menghantam kesadaran. Tidak ada letupan senjata atau visual ledakan, namun luka Palestina terasa lebih nyata saat dilukiskan dengan kalimat puitis tentang tanah yang dirampas, rumah yang dibakar, dan anak-anak yang terpaksa belajar hidup dalam pengungsian.

Ricky Kurniawan membacakan puisi itu bukan hanya sebagai pejabat, tapi sebagai anak bangsa yang lahir dari tradisi budaya dan empati. Ia membawa suara penyair besar Indonesia kepada generasi baru yang mungkin hanya mengenal Palestina lewat berita, tetapi belum pernah merasakan denyut penderitaan mereka secara langsung.

Makna Peringatan Nakba di Era Modern

Peringatan Nakba ke-77 bukan sekadar seremonial sejarah. Acara yang digelar oleh Kedutaan Besar Palestina ini mengangkat tema “Palestine Belongs to Palestinians and We Will Never Leave.” Bait puisi yang dibacakan Ricky seolah menjawab tema itu: bahwa tanah, memori, dan identitas Palestina tak bisa dihapuskan oleh kekuasaan, selama masih ada yang menyuarakan kebenaran.

Menariknya, dalam forum diplomatik dan formal ini, puisi mendapatkan tempat utama. Hal ini mencerminkan bahwa perlawanan terhadap penjajahan tidak hanya datang dari diplomasi dan tekanan politik, tetapi juga dari budaya dan seni.

Bait-bait Taufiq Ismail tak hanya dibacakan, tetapi dihidupkan ulang dari podium ke hati publik. Dan saat puisi usai, tidak sedikit hadirin yang terlihat menyeka air mata. Karena sesungguhnya, tak ada yang lebih jujur daripada kata-kata yang ditulis dari luka.

Menjaga Ingatan, Merawat Kemanusiaan

Di tengah derasnya berita global yang kadang menjadikan penderitaan sebagai angka statistik, puisi menjadi pengingat bahwa Palestina bukan hanya isu luar negeri, ia adalah soal kemanusiaan. Lewat suara Ricky Kurniawan, Indonesia mengingatkan dunia: kami tidak melupakan. Kami memilih berdiri di sisi yang tertindas, dan kami akan terus bersuara sekalipun hanya lewat puisi.*