JAKARTA – Agenda perjalanan dinas ke Cannes dan Paris oleh pejabat Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta menjadi sorotan. Salah satu pemicunya adalah dugaan keikutsertaan istri pejabat yang ikut ke luar negeri menggunakan dana negara, namun tak tercantum dalam nota dinas resmi.
Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa rombongan pejabat DKI itu berangkat ke Prancis pada pertengahan Mei 2025 dengan agenda promosi UMKM dan ekonomi kreatif Jakarta. Namun, muncul dugaan penyimpangan administrasi karena dokumen surat tugas dan nota dinas baru diterbitkan pada 17 Mei 2025.
Berdasarkan dokumen Nota Dinas resmi Nomor e-0052/PD.06.02 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM DKI Jakarta pada 16 Mei 2025, Istri Kadis Pariwisata DKI ditambahkan sebagai delegasi tambahan dalam pertemuan kerja sama antara Pemprov DKI dan L Adresse Paris Agency.
“Kalau surat dinas dibuat mendadak keberangkatan, itu manipulasi administratif. Itu pelanggaran berat,” kata seorang auditor internal Pemprov DKI Jakarta yang enggan disebut namanya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta disebut sebagai salah satu pejabat utama dalam rombongan.
Keikutsertaan sang istri yang tidak tercantum dalam dokumen resmi perjalanan memperkuat dugaan adanya pelanggaran prosedur dan penyalahgunaan anggaran.
Di Cannes, para pejabat menghadiri acara Cannes XR 2025 yang berfokus pada teknologi film dan metaverse. Namun hingga kini, belum ada laporan kinerja atau hasil konkret yang disampaikan kepada publik terkait kegiatan tersebut. Tidak ada data UMKM binaan, kerja sama resmi, atau dokumen hasil pertemuan internasional.
Setelah dari Cannes, rombongan melanjutkan perjalanan ke Paris dengan alasan studi banding pengelolaan creative hub. Namun publik justru disuguhi foto-foto para pejabat berpose di Menara Eiffel, Museum Louvre, dan jalan-jalan santai di Champs-Élysées.
Kritik semakin tajam setelah beredar kabar bahwa sebagian akomodasi dan logistik perjalanan ditanggung oleh pihak ketiga, yakni asosiasi mitra. Hal ini menimbulkan indikasi konflik kepentingan yang belum dijelaskan secara terbuka oleh Pemprov DKI.
Kasus ini memunculkan pertanyaan besar di kalangan internal pemerintahan: apakah Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengetahui dan merestui perjalanan tersebut, atau justru dimanipulasi oleh anak buahnya?
Pengamat tata kelola publik menilai kejadian ini bisa menjadi preseden buruk dalam pengelolaan anggaran daerah. Praktik pembuatan surat dinas secara mundur dinilai sebagai bentuk rekayasa birokrasi untuk melegitimasi tindakan yang sudah melanggar aturan sejak awal.
“Kalau ini dibiarkan, akan jadi kebiasaan. Birokrasi bisa digunakan seenaknya demi fasilitas pribadi dan keluarga pejabat,” ujar seorang analis kebijakan publik.
Publik kini menanti sikap tegas dari Gubernur Pramono. Audit internal dan evaluasi menyeluruh terhadap perjalanan dinas luar negeri perlu segera dilakukan. Jika terbukti ada pelanggaran, sanksi administratif hingga pidana harus ditegakkan demi menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap birokrasi DKI Jakarta.*
.png)
.png)

