Jakarta - Lebaran identik dengan tradisi mudik. Jutaan orang pulang kampung demi merayakan Idulfitri bersama keluarga besar. Namun tak semua orang bisa atau memilih untuk mudik. Di balik gegap gempita arus balik, ada cerita lain yang muncul dari mereka yang tetap tinggal di kota saat Lebaran tiba.

Menurut pengamat sosial Ari Sumarto Taslim, fenomena “Lebaran di kota” menggambarkan dinamika baru masyarakat urban, terutama para pekerja, perantau, atau warga yang tidak memiliki kampung halaman. “Ada lapisan masyarakat yang menjadikan kota sebagai rumah utama, entah karena pekerjaan, keterbatasan biaya, atau karena seluruh keluarga memang tinggal di kota,” ujarnya.


Salah satu kelompok yang kerap merayakan Lebaran tanpa mudik adalah pekerja sektor pelayanan seperti tenaga medis, petugas kebersihan, sopir ojek online, hingga satpam. Mereka seringkali tetap bekerja di saat mayoritas orang sedang libur. “Bagi mereka, hari raya menjadi hari kerja biasa. Namun tetap ada cara untuk merayakan, walau sederhana,” kata Ari.

Ia menyoroti pentingnya empati terhadap kelompok ini. Meski tak bisa berkumpul dengan keluarga, semangat Lebaran tetap mereka rasakan, misalnya dengan makan bersama rekan kerja atau mengikuti salat Ied di lingkungan tempat tinggal.


Di sisi lain, banyak warga kota yang justru menemukan momen kebersamaan baru saat tidak mudik. Beberapa komunitas perantau, seperti mahasiswa atau pekerja lajang, seringkali mengadakan silaturahmi kecil, open house bersama, atau masak bareng untuk menggantikan suasana kampung halaman.

Iklan Setalah Paragraf ke 5

“Lebaran tanpa mudik bukan berarti sepi makna. Banyak warga justru merasakan kedekatan baru dengan tetangga, teman serumah, atau komunitas di lingkungan sekitar,” jelas Ari.

Saat mayoritas penduduk mudik, suasana kota besar berubah drastis. Jalanan lengang, suasana lebih tenang, dan ruang-ruang publik terasa lebih lapang. “Ini bisa menjadi ruang refleksi pribadi bagi mereka yang tinggal. Beberapa memilih menikmati kota, mengunjungi taman, atau sekadar beristirahat tanpa kebisingan rutinitas,” tambahnya.

Ari juga mencatat adanya tren baru pasca pandemi dan krisis ekonomi, di mana sebagian orang mulai menata ulang prioritas hidup. “Sebagian memilih tidak mudik karena ingin mengelola keuangan, menjaga kesehatan, atau memang sudah membangun kehidupan baru di kota.”

Lebaran tanpa mudik bukan sekadar pilihan kedua. Bagi banyak orang, itu adalah bentuk adaptasi, makna baru tentang silaturahmi, dan cara lain untuk tetap merayakan hari kemenangan.

“Makna Lebaran selalu bisa ditemukan, di mana pun kita berada,” tutup Ari.*