JAKARTA — Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang dokter residen Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) bukan hanya soal kriminalitas personal, tapi membuka tirai soal lemahnya pengawasan di rumah sakit pendidikan.
Priguna Anugrah, pria 31 tahun yang tengah menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi di FK Unpad, ditahan polisi setelah diduga memperkosa seorang perempuan yang menjaga anggota keluarganya di RSHS. Modusnya tak biasa: pelaku mengajak korban ke ruang lantai 7 rumah sakit dengan dalih pemeriksaan darah, lalu menyuntikkan cairan bius dan melakukan tindakan bejat.
Kronologi yang menyerupai plot film horor medis ini justru terjadi di fasilitas kesehatan rujukan nasional, tempat para dokter muda belajar melayani dengan etika dan profesionalisme.
Direktur Utama RSHS, Rachim Dinata Marsidi, menegaskan bahwa pelaku bukan pegawai rumah sakit, melainkan mahasiswa titipan dari fakultas. Meski demikian, muncul pertanyaan: bagaimana seorang residen bisa bebas mengakses obat bius, membawa pasien (atau keluarga pasien) ke area tertutup, dan melakukan prosedur di luar pengawasan?
"Dia sudah kami kembalikan ke fakultas. Sudah kami laporkan ke polisi," ujar Rachim. Namun pertanggungjawaban sistemik belum terdengar: siapa yang seharusnya mengawasi akses ruang dan alat medis bagi residen? Apakah ada prosedur pengawasan yang dilewati?
Rektor Unpad, Prof. Arief S. Kartasasmita, menyatakan bahwa pihaknya telah mengeluarkan pelaku dari program PPDS dan mendampingi korban. “Kami tidak akan mentoleransi pelanggaran hukum maupun etik,” tegasnya.
Namun respons cepat ini tak menutup fakta bahwa pengawasan preventif sebelumnya gagal dilakukan, baik oleh rumah sakit maupun oleh fakultas. Pelaku telah merusak martabat profesi kedokteran, sekaligus mencoreng citra lembaga pendidikan tinggi kedokteran di Indonesia.
Kasus ini bukan hanya soal kriminak saja. Ini tentang ekosistem yang lemah dalam memfilter dan mengawasi tenaga medis dalam pelatihan. Residen bukan dokter penuh, namun memiliki akses luas pada pasien, obat, dan ruang privat. Tanpa kontrol ketat, kasus seperti ini bisa berulang.
Kini saatnya Kementerian Kesehatan dan institusi pendidikan mengevaluasi menyeluruh sistem pengawasan di rumah sakit pendidikan. Karena perlindungan terhadap pasien dan keluarganya adalah fondasi utama dari kepercayaan publik terhadap dunia medis.*
.png)
.png)

