JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil sejumlah saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek digitalisasi SPBU antara PT Telkom dan PT Pertamina, yang diduga merugikan negara. Pemeriksaan pada Senin (28/4/2025) menghadirkan dua saksi penting: Achmad Reiza Irsyadi Abbas, Legal PT Pertamina Patra Niaga, serta Tri Margono, External Relation PT AKR Corporindo Tbk.

Namun, meski telah naik ke tahap penyidikan sejak September 2024, KPK belum juga mengumumkan secara terbuka nilai kerugian negara maupun rincian modus yang digunakan dalam proyek bernilai triliunan rupiah tersebut. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengakui proses penghitungan masih berlangsung. "Tentunya penyidik dalam hal ini akan mempelajari semua bentuk tindak pidana korupsi yang ada di situ," ujarnya, Kamis lalu (10/4/2025).

KPK berulang kali menjanjikan penyidikan yang komprehensif, namun publik belum juga mendapatkan kejelasan tentang siapa saja pihak yang bertanggung jawab.

KPK Sebut Tiga Tersangka dari PT Telkom dan PT Pasific Cipta Solusi

Sejauh ini, lembaga antirasuah hanya mengungkap bahwa telah ada beberapa tersangka, termasuk dari pihak swasta maupun BUMN. Di antaranya, dua tersangka dari PT Telkom (berinisial DR dan W) serta satu dari pihak swasta berinisial E, Direktur PT Pasific Cipta Solusi.

Ketiganya telah dicegah bepergian ke luar negeri sejak beberapa bulan terakhir, namun belum ada penahanan atau konferensi pers resmi mengenai status hukum mereka. "Penyidik tentunya akan melakukan proses penyidikan ini secara komprehensif," ulang Tessa dalam keterangannya, Senin (20/1/2025).

Iklan Setalah Paragraf ke 5

Kasus ini mencuat setelah KPK memeriksa Elvizar, mantan Direktur PT Pasific Cipta Solusi periode 2019–2024, pada Maret lalu. Pemeriksaan itu terkait proses pengadaan alat EDC sebagai bagian dari proyek digitalisasi SPBU Pertamina yang berlangsung antara 2018 hingga 2023.

Karena lambannya perkembangan kasus ini menimbulkan pertanyaan publik tentang komitmen KPK dalam membongkar korupsi yang melibatkan dua raksasa BUMN, yaitu Telkom dan Pertamina. Apalagi, kasus ini juga menyangkut sistem digitalisasi EDC yang sedianya bertujuan meningkatkan transparansi, tetapi justru kini menjadi ladang praktik kotor.*