MEDAN – Bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera belakangan ini diduga dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu, termasuk korporasi besar, untuk mengalihkan perhatian publik dari kasus-kasus kejahatan lingkungan masa lalu. Isu ini mencuat seiring munculnya kembali narasi propaganda yang dikaitkan dengan tokoh-tokoh seperti Ary Bakrie dan Marcella Santoso.

Klaim menyebutkan bahwa mobilisasi penggiat media dan buzzer nasional, yang sebelumnya terlibat dalam kampanye "Indonesia Gelap," kini merambah ke isu bencana Sumatera. Tujuannya adalah menyibukkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto agar luput dari penyelidikan mendalam terhadap kejahatan lingkungan yang diduga telah terjadi selama sepuluh tahun terakhir.

Dugaan upaya pengalihan isu ini tak lepas dari kilas balik kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dahsyat pada 2015. Peristiwa tersebut melahap 2,61 juta hektare lahan di 31 provinsi dan menyebabkan 24 korban jiwa.

Kilas Balik Karhutla 2015 dan Kepentingan Korporasi

Kasus Karhutla 2015 sering diangkat sebagai pengingat akan kerentanan Indonesia terhadap bencana lingkungan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kala itu membuktikan bahwa 99,9% Karhutla disebabkan oleh pembakaran yang disengaja untuk pembersihan lahan perkebunan sawit.

Iklan Setalah Paragraf ke 5

Korporasi besar seperti Grup Wilmar, Musim Mas, dan Permata Hijau diduga terlibat dalam praktik destruktif yang menyebabkan kabut asap tebal dan menyengsarakan masyarakat.