Jakarta — Kasus dugaan korupsi dan pencucian uang yang melibatkan MDI Ventures dan BRI Ventures dalam investasi ke PT Tani Group Indonesia (Tanihub) semakin memanas. Penetapan tiga tersangka oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) telah menarik perhatian publik, namun Center for Budget Analysis (CBA) menilai bahwa penyidikan ini belum menyentuh tokoh-tokoh kunci dalam ekosistem investasi startup nasional.

Uchok Sky Khadafi, Direktur Eksekutif CBA, menekankan pentingnya memperluas penyidikan untuk mencakup individu-individu yang memiliki peran signifikan dalam pengelolaan dana investasi, termasuk Pandu Sjahrir. "Keterlibatan Pandu, baik secara langsung maupun dalam jaringan struktural, tidak bisa diabaikan begitu saja," ujarnya.

Pandu Sjahrir, yang dikenal sebagai salah satu pendiri AC Ventures, memiliki jejak karier yang erat kaitannya dengan MDI Ventures. "Jangan anggap enteng posisi dan jaringan yang membentuk sistem investasi ini. Nama Pandu Sjahrir muncul dalam berbagai lini strategis. Ia juga saat ini menduduki posisi penting di Badan Pengelola Investasi Danantara, yang bertugas mengelola aset negara bernilai besar," kata Uchok.

CBA berpendapat bahwa penyelidikan terhadap skandal investasi ke Tanihub tidak boleh berhenti pada aspek operasional. Justru, pada level strategis, keputusan yang tidak transparan dapat memengaruhi arah investasi. "Mereka yang pernah mengelola Tanihub tentu memahami skema dan distribusi dana investasi. Tidak adil jika hanya pelaku di lapangan yang diperiksa, sedangkan perencana atau pemegang kekuasaan kebijakan tidak disentuh," lanjutnya.

Dalam kasus ini, Donald Wihardja dituduh menyetujui investasi MDI Ventures ke Tanihub tanpa kelengkapan dokumen dan analisis risiko yang memadai. Dana tersebut diduga disalahgunakan oleh Ivan Arie Sustiawan dan Edison Tobing, dua mantan direktur Tanihub lainnya, untuk kepentingan di luar operasional.

Iklan Setalah Paragraf ke 5

Skema yang digunakan dinilai mirip dengan pola investasi agresif yang banyak diterapkan oleh sejumlah ventura di masa keemasan startup, tanpa mempertimbangkan kelayakan jangka panjang. Akibatnya, perusahaan mengalami kolaps, dan dana investor, termasuk yang berasal dari BUMN, hilang tanpa kejelasan.

CBA mendesak agar pemeriksaan menyeluruh dilakukan terhadap struktur pengambilan keputusan, termasuk mereka yang memiliki pengaruh di balik layar. Pandu Sjahrir, sebagai tokoh yang dikenal luas dalam dunia startup dan investasi, dinilai tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab moral dan politik.

"Transparansi adalah satu-satunya cara menjaga kepercayaan publik terhadap ekosistem startup yang saat ini mulai kehilangan kredibilitas. Jika memang bersih, panggil dan klarifikasi secara terbuka. Jangan biarkan kasus ini menjadi preseden buruk dalam sejarah investasi publik di sektor teknologi," tutup Uchok.

Publik kini menanti langkah berani dari Kejaksaan untuk menunjukkan bahwa hukum tidak pandang bulu, terutama ketika menyangkut pengelolaan dana rakyat dalam proyek-proyek berbungkus inovasi.*