JAKARTA – Di tengah ambisi pembangunan industri hilirisasi nasional, Papua kembali berada di persimpangan jalan antara investasi dan kelestarian. Greenpeace Indonesia, melalui juru kampanye hutannya, Iqbal Damanik, menyuarakan kekhawatiran atas ancaman pertambangan nikel yang semakin mendekat ke jantung ekosistem laut Raja Ampat.

Dalam aksi yang dilakukan dari atas perahu di sekitar Pulau Gag, Iqbal menunjuk langsung ke arah jetty milik PT GAG Nikel sambil menyampaikan pesan yang mengusik nurani publik. Ia menyatakan bahwa keberadaan industri tambang di wilayah seindah dan sesensitif Raja Ampat bukan hanya berpotensi merusak lingkungan, tetapi juga mengancam hak-hak hidup masyarakat adat yang telah lama menjadi penjaga kawasan tersebut.

Papua dikenal sebagai rumah bagi keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, sekaligus benteng terakhir Indonesia dalam menjaga kestabilan ekologi dan iklim. Namun semua ini, menurut Greenpeace, kini berada dalam ancaman nyata dari ekspansi industri ekstraktif yang masif dan cepat.

Iqbal menjelaskan bahwa aktivitas industri, seperti lalu lintas kapal tongkang dan tugboat, membawa risiko tinggi terhadap terumbu karang dan laut di sekitar Raja Ampat. Selain potensi pencemaran, arus kapal besar juga dapat merusak dasar laut yang kaya biota.

Dalam salah satu pernyataannya, Iqbal menyampaikan bahwa Papua bukan untuk ditambang. Greenpeace menyebut bahwa pembangunan yang tidak memperhitungkan keberlanjutan hanya akan meninggalkan kerusakan yang tak dapat diperbaiki, terutama di kawasan seperti Raja Ampat yang memiliki fungsi ekologis global.

Iklan Setalah Paragraf ke 5

Aksi Greenpeace yang viral di media sosial mendapat respons luas dari publik. Banyak warganet menyuarakan keprihatinan dan mendukung seruan untuk menyelamatkan Raja Ampat. Tagar seperti #SaveRajaAmpat dan #PapuaBukanUntukNikel mendadak ramai di lini masa, menandakan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melindungi kawasan tersebut.

Greenpeace menegaskan bahwa solusi pembangunan tidak bisa lagi bersifat eksploitatif. Pembangunan sejati, menurut mereka, adalah yang berakar pada kearifan lokal, menghormati hak masyarakat adat, dan menjaga keberlanjutan lingkungan.

Iqbal Damanik berharap tekanan publik dapat membuka mata para pemangku kebijakan bahwa masa depan Papua tidak bisa dipertaruhkan atas nama pertumbuhan ekonomi semata. Ia mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak tinggal diam dan bersama-sama menjaga warisan alam yang tak tergantikan.

Kini, pilihan ada di tangan bangsa ini: melindungi surga terakhir seperti Raja Ampat, atau membiarkannya hilang ditelan keserakahan industri.*