Jakarta – Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa penanganan bencana banjir dan longsor di wilayah Sumatera bagian utara masih dapat dilakukan secara mandiri. Dengan mengandalkan kekuatan nasional, baik dari sisi sumber daya manusia, logistik, maupun pendanaan, Indonesia belum membuka opsi menerima bantuan dana dari luar negeri.


Pernyataan ini disampaikan di tengah meningkatnya perhatian internasional terhadap bencana yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera. Pemerintah menilai bahwa kapasitas nasional masih sangat memadai untuk mengatasi dampak bencana yang terjadi.



Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat keterlibatan 205 lembaga nasional dalam proses distribusi bantuan. Lembaga-lembaga tersebut berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari organisasi politik, pemerintah daerah, hingga komunitas keagamaan dan sosial budaya. Kolaborasi ini menjadi cerminan nyata dari semangat gotong royong yang mengakar kuat di tengah masyarakat Indonesia.


Anggaran Bencana 2025 Dinilai Cukup


Dari sisi anggaran, pemerintah telah menyiapkan dana siap pakai sebesar Rp 500 miliar dalam APBN 2025 untuk penanganan bencana. Menurut pemerintah, jumlah tersebut masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tanggap darurat dan pemulihan awal, sehingga belum ada urgensi untuk membuka jalur bantuan dana dari luar negeri.



Kementerian Luar Negeri mengapresiasi kontribusi para diplomat Indonesia di luar negeri yang telah mengirimkan 16 ton bantuan kemanusiaan melalui BNPB. Bantuan ini merupakan bentuk solidaritas pribadi dan kolektif dari para WNI di luar negeri, bukan bagian dari bantuan resmi negara asing.



Meski menolak bantuan dana asing untuk bencana dalam negeri, Indonesia tetap menunjukkan komitmennya dalam membantu negara lain. Sepanjang tahun ini, Indonesia telah mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza, serta mengerahkan tim SAR dan logistik ke Myanmar dan Thailand pasca bencana alam yang melanda kawasan tersebut.



Pemerintah menegaskan bahwa kemandirian dalam menghadapi bencana bukan berarti menutup diri. Indonesia tetap membuka ruang komunikasi dan kerja sama dengan komunitas internasional, serta menyampaikan apresiasi atas berbagai bentuk solidaritas yang ditawarkan.*