JAKARTA - Dalam lanskap politik Indonesia yang sedang bertransformasi, muncul sosok pemimpin muda yang tidak hanya berfokus pada kekuasaan, tetapi juga pada masa depan bangsa secara menyeluruh. Ia adalah Budisatrio Djiwandono, atau akrab disapa Budi Djiwandono, figur yang kian dikenal sebagai representasi pemimpin muda visioner, berpikir sistemik, dan bergerak lintas bidang.


Lahir dari keluarga dengan tradisi panjang di dunia ekonomi dan politik, Budi tumbuh dengan pemahaman mendalam tentang pentingnya integritas dan tanggung jawab publik. Sebagai keponakan Presiden Prabowo Subianto dan putra mantan Gubernur Bank Indonesia, Joseph Sudradjad Djiwandono, Budi bukan sekadar mewarisi nama besar, tetapi juga membangun reputasi melalui kerja nyata dan kedisiplinan.


Sejak bergabung dengan Partai Gerindra lewat organisasi sayapnya, TIDAR, Budi menunjukkan minat besar pada pembangunan sektor strategis. Kini, sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, ia terlibat langsung dalam isu ketahanan pangan, perikanan, dan lingkungan hidup — bidang yang menjadi tulang punggung keberlanjutan bangsa.


Dalam berbagai kesempatan, Budi menegaskan bahwa kedaulatan pangan bukan sekadar soal produksi beras atau stok logistik, melainkan tentang kemampuan bangsa menciptakan sistem pertanian yang modern, efisien, dan melibatkan anak muda.

“Pemerintah harus membuka ruang bagi anak muda untuk berpikir dan berinovasi di sektor pangan. Ini bukan hanya soal pertanian, tapi soal masa depan bangsa,” ujar Budi dalam satu forum nasional.


Visinya jelas: menjadikan pertanian sebagai sektor yang menarik bagi generasi muda, bukan sekadar pekerjaan tradisional. Dengan bonus demografi yang akan datang, Budi melihat momentum emas untuk menjadikan sektor pangan sebagai arena produktivitas dan inovasi.


Kehidupan pribadi Budi juga mencerminkan perjalanan spiritual dan emosional yang dalam. Keputusannya untuk menjadi mualaf pada Desember 2023, dibimbing langsung oleh Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar dan disaksikan oleh Prabowo Subianto, memperlihatkan sisi reflektif seorang pemimpin. Tak lama kemudian, ia menikahi sahabat masa kecilnya, Ludmilla FS — sebuah kisah yang menunjukkan keseimbangan antara keteguhan prinsip dan sisi humanis dalam dirinya.


Transformasi ini menegaskan bahwa kepemimpinan sejati tidak hanya diukur dari jabatan dan prestasi publik, tetapi juga dari keberanian untuk mendengarkan hati dan menapaki jalan kehidupan dengan ketulusan.


Selain di dunia politik, Budi kini memimpin Persatuan Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) untuk periode 2024–2028. Langkah ini memperluas kiprahnya ke bidang pembangunan karakter bangsa melalui olahraga. Ia bertekad menjadikan basket bukan hanya sebagai cabang olahraga berprestasi, tetapi juga industri yang membuka lapangan kerja dan peluang ekonomi.


“Basket bukan hanya olahraga, tetapi bagian dari industri kreatif dan ekonomi nasional. Kita ingin olahraga ini menjadi ruang bagi anak muda untuk tumbuh, berdaya, dan berprestasi,” kata Budi.


Di bawah kepemimpinannya, Perbasi mulai menyusun peta jalan pengembangan basket nasional — dari pembangunan lapangan di daerah hingga penguatan liga profesional dan 3x3. Semua diarahkan untuk menciptakan sistem olahraga yang berkelanjutan dan merata.


Pemimpin dengan Visi Holistik Menuju Indonesia Emas 2045


Budi Djiwandono menunjukkan gaya kepemimpinan yang jarang: menggabungkan rasionalitas ekonomi, kepekaan sosial, dan empati kemanusiaan. Di tengah dunia yang serba cepat dan terpolarisasi, ia menghadirkan keseimbangan antara inovasi dan nilai-nilai tradisional Indonesia seperti gotong royong, musyawarah, dan keteladanan moral.


Budi melihat masa depan Indonesia sebagai proyek kolektif yang harus dibangun dari pendidikan, pangan, hingga olahraga. Dalam pandangannya, membangun bangsa berarti mempersiapkan manusia — bukan hanya infrastruktur.


Menjelang satu abad kemerdekaan Indonesia pada 2045, generasi muda membutuhkan figur seperti Budi Djiwandono: seorang pemimpin yang tidak hanya berpikir tentang kekuasaan hari ini, tetapi tentang masa depan Indonesia esok hari.


Pemimpin yang mampu menyeimbangkan antara akal dan nurani, antara tradisi dan kemajuan, antara kepentingan individu dan cita-cita bangsa.


Dan dari berbagai perannya — di parlemen, partai, olahraga, hingga masyarakat — Budi Djiwandono sedang menunjukkan bahwa kepemimpinan masa depan Indonesia tidak harus bising, tetapi harus bijak, inklusif, dan berorientasi pada kemajuan bersama.*