Terkait Dugaan Pelecehan oleh Oknum Kades Wargajaya, Atiek MPB: Perempuan Harus Dilindungi Apalagi Berprofesi Jurnalis
BOGOR – Kasus dugaan pelecehan yang dialami jurnalis perempuan berinisial IN oleh oknum Kepala Desa Wargajaya, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, terus menuai kecaman. Pengamat sosial sekaligus Ketua Markas Pejuang Bogor (MPB), Atiek Yulis Setyowati, menilai kejadian ini bukan sekadar kasus pelecehan terhadap individu, tetapi juga ancaman serius terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Menurut Atiek Yulis Setyowati yang kerap dikenal Atiek MPB ini mengungkapkan, jurnalis memiliki peran krusial dalam menyampaikan informasi dan menjalankan fungsi kontrol sosial. Namun, mereka kerap menghadapi ancaman, tekanan, hingga pelecehan saat bertugas terutama jurnalis perempuan.
Pelanggaran Terhadap Masalah Gender: Serangan Terhadap Perempuan
"Jurnalis adalah pilar demokrasi yang harus kita lindungi. Jika seorang wartawan, atau jurnalis terutama perempuan, mengalami pelecehan saat menjalankan tugasnya, ini bukan hanya pelanggaran terhadap semua perempuan, juga terhadap kebebasan pers secara keseluruhan," ujar Atiek, Senin, 17 Februari 2025.
Diketahui, Jurnalis perempuan IN di sebelum kejadian tersebut, sedang menanyakan persoalan warga Jogjogan karena tidak mampu, dan mengecek kebenaran apakah yang bersangkutan mendapatkan bantuan atau terdaftar di DTKS lewat Kesra Desa Wargajaya.
Lebih lanjut, Atiek menekankan bahwa pelecehan seksual terhadap jurnalis perempuan harus dipandang sebagai bentuk serangan terhadap perempuan pada umumnya, profesionalisme mereka. Kasus ini, menurutnya, tidak boleh dibiarkan tanpa ada tindakan hukum yang tegas.
Menyoroti Mediasi yang Berujung Ricuh
Atiek juga menyoroti dinamika kasus ini yang sempat mengalami mediasi pada Sabtu siang, 15 Februari 2025. Mediasi tersebut dilakukan di rumah anggota DPRD Kabupaten Bogor, H. Ansori Setiawan, S.Pd. Namun, alih-alih menemukan solusi, pertemuan itu justru berujung ricuh karena kehadiran puluhan orang yang diduga merupakan pendukung kepala desa.
“Ini menunjukkan bagaimana kasus ini bukan hanya tentang dugaan pelecehan, tetapi juga tentang bagaimana kekuasaan bisa digunakan untuk menekan korban dan jurnalis lainnya. Jika aparat tidak tegas, kasus seperti ini bisa berulang,” kata Atiek.
Akibat kegagalan mediasi, IN akhirnya melaporkan dugaan pelecehan tersebut ke Polres Bogor pada 15 Februari 2025. Laporan tersebut terdaftar dengan nomor STTLLP/8/28/11/2025/SKT/RES BGR/POLDA JBR.
Desakan untuk Penegakan Hukum
Atiek meminta pihak kepolisian agar menangani kasus ini dengan transparan dan profesional, tanpa ada intervensi dari pihak mana pun.
"Kita tidak ingin ada penyelesaian yang justru merugikan korban. Kasus ini harus diproses hingga tuntas agar menjadi pelajaran bagi siapa pun yang mencoba melecehkan jurnalis saat mereka menjalankan tugasnya," tegasnya.
Atiek juga menyoroti pentingnya perlindungan bagi jurnalis perempuan yang sering kali menghadapi risiko lebih besar di lapangan. Menurutnya, sudah saatnya ada mekanisme perlindungan yang lebih kuat bagi mereka agar dapat bekerja dengan aman.
"Dalam kondisi seperti ini, kita harus memastikan bahwa tidak ada jurnalis yang merasa takut untuk menjalankan tugasnya. Negara harus hadir untuk melindungi mereka," pungkasnya.
Kasus ini kini menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk organisasi pers dan aktivis perempuan. Dengan adanya dukungan publik, diharapkan proses hukum dapat berjalan transparan dan adil, serta menjadi momentum untuk memperkuat perlindungan bagi jurnalis di Indonesia.*

