Selain Dugaan Langgar KIP, Pengawas dan Pelaksana Proyek RKB SMKN 1 Bojonggede Abaikan Keselamatan Pekerja
BOGOR,- Adanya larangan pada awak media untuk memantau kegiatan pembangunapn ruang kelas di SMKN 1 Bojonggede, Kab. Bogor oleh pihak scurity menimbulkan berbagai pertanyaan, apalagi papan informasi (proyek) tidak terlihat di sekitaran lokasi yang bisa dibaca/diketahui masyarakat umum.
Scurity SMKN 1 Bojonggede, Suryana mengatakan, menurut kepala bidang sarana dan prasarana (Sarpras), bilamana ada wartawan maupun LSM yang hendak meliput kegiatan pembangunan harus ada dasar dari Zaenal dulu selaku pengawas proyek, Jum'at (25/10).
"Informasi dari Sarpras bila ada media atau LSM yang hendak meliput kegiatan pembangunan harus ada dasar dari Zaenal selaku pengawas dari pusat" ujar Suryana.
Terkait papan proyek lanjut Suryana mengatakan, adanya dia atas. "Dari informasi adanya di atas, karena saya sendiri belum pernah lihat", sambung Suryana.
Berdasarkan keterangan Suryana, pihak pengawas dan pelaksana pembangunan ruang kelas baru (RKB) SMKN 1 Bojonggede diduga telah mengabaikan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik (KIP). Untuk papan proyek, seharusnya dipasang pada area terbuka, yang bisa dibaca/ diketahui masyarakat umum, agar tahu sumber dana, serta dapat membantu mengawasi bila anggarannya dari pemerintah (APBD/APBN).
Selain diduga melanggar KIP, pihak pengawas maupun pelaksana juga mengabaikan keselamatan para pekerja. Hal ini berdasarkan pantauan awak media di lapangan, terlihat pekerja yang sedang melakukan pekerjaan diketinggian tidak menggunakan alat pelindung diri yang baik, seperti tali pengaman, helm, serta alat pengaman lainnya, sehingga mengancam nyawa para pekerja.
Untuk diketahui, pemakaian APD merupakan hal yang wajib diterapkan dalam suatu manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
Pentingnya Penerapan Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3);
Kewajiban tenaga kerja terhadap Penerapan Keselamatan dan Kesehatan ( K3) di tempat kerja tertuang dalam Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal (12), di mana terdapat 5 (lima) kewajiban utama tenaga kerja dalam penerapan K3 di tempat kerja, antara lain :
1. Memberikan keterangan yang benar apabila diminta pegawai pengawas/Keselamatan kerja.
2. Menggunakan (APD) Alat Pelindung Diri yang di wajibkan.
3. Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat K3 yang di wajibkan.
4. Meminta kepada pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat K3 yang di wajibkan.
5. Menyatakan keberatan kerja di mana persyaratan K3 dan APD yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas yang bis dipertanggungjawaban.
Selain itu, pada BAB lll, pasal 3 ayat (1) huruf (a,f,h,n,p), juga dijelaskan, serta BAB IX, Kewajiban Bila Memasuki Tempat Kerja, Pasal 13 yang berbunyi " Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan menaati semua petunjuk keselamatan Kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan."
Dalam Peraturan Pemerintah RI No 50 Tahun 2012 tentang Penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, juga dijelaskan penting K3 bagi para pekerja dilapangan.
Sanksi Bagi Perusahaan Yang Tidak Menerapkan K3;
Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
Pasal 87
Ayat (1) : Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Bagi perusahaan yang melanggar aturan di atas akan diberikan sanksi Administratif yang tertuang dalam pasal 190 UU RI No.13 tentang ketenagakerjaan, yang berbunyi ;
Ayat (1) ; Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan - ketentuan sebagaimana di atur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 15, Pasal 25, Pasal 38 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48, Pasal 87, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang ini serta peraturan pelaksana.
Ayat (2) : Sanksi administratif sebagaimana di maksud dalam ayat (1) :
1. teguran ;
2. peringatan tertulis ;
3. pembatasan kegiatan usaha ;
4. pembekuan kegiatan usaha ;
5. pembatalan persetujuan ;
6. pembatalan pendaftaran ;
7. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;
8. pencabutan ijin.
Ayat (3) : Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dan ayat (2) di atur lebih lanjut oleh Menteri.
Hingga berita ini ditayangkan awak media masih akan melakukan verifikasi lebih lanjut. (Bb)