Menyoal Tambang Ilegal di Indonesia: Tantangan dan Solusi dari Perspektif Ahli dan Aparat
JAKARTA - Penanganan tambang ilegal di Indonesia menghadirkan tantangan yang kompleks. Hal ini diungkapkan Wawan Purnama, perwakilan Tipidter Mabes Polri, dalam diskusi publik bertema "Sengkarut Illegal Drilling dan Ilegal Refiner" yang diselenggarakan oleh komunitas “Suara Netizen +62” pada Kamis, 14 November 2024, di Muse, Kebayoran, Jakarta Selatan. Diskusi tersebut juga menghadirkan ekonom Prof. Anthony Budiawan serta Ucok Sky Khadafi dari Center for Budget Analysis (CBA), dengan Iskandar Sitorus sebagai moderator.
Wawan Purnama menjelaskan tantangan besar dalam memberantas tambang ilegal, terutama karena banyak lokasi tambang berada di daerah terpencil dan sulit diakses, khususnya di wilayah hutan yang jauh dari pemukiman. “Akses yang sulit dan keterbatasan laporan membuat penanganan kasus tambang ilegal penuh tantangan,” ujarnya. Meski demikian, Wawan mengapresiasi peran aktif masyarakat dalam melaporkan kegiatan mencurigakan melalui bhabinkamtibmas di desa-desa, yang diharapkan menjadi informasi awal untuk menindaklanjuti kasus tambang ilegal.
Lebih lanjut, Wawan menyoroti pentingnya regulasi yang lebih ramah bagi masyarakat lokal. Menurutnya, pelonggaran izin dapat membuka peluang bagi masyarakat setempat untuk mengelola tambang secara legal, sehingga manfaatnya tidak hanya dinikmati oleh pelaku tambang ilegal. “Kepolisian siap mendukung, tetapi kebijakan perizinan yang mempermudah masyarakat harus datang dari pemerintah,” jelasnya.
Ekonom Prof. Anthony Budiawan turut menyoroti dampak tambang ilegal terhadap ekonomi dan lingkungan. Ia menyebutkan bahwa aktivitas ini telah menyebabkan kerugian besar bagi negara. Dari data yang ia paparkan, terdapat sekitar 10.000 sumur tambang ilegal yang memproduksi sekitar 25.000 barel per hari—sekitar 5% dari pendapatan nasional sektor tambang. Prof. Anthony juga mengkritik efektivitas satuan tugas (satgas) penanganan tambang ilegal, yang menurutnya justru dinilai kurang optimal dan bahkan sering dianggap melindungi praktik-praktik ilegal.
Dari perspektif distribusi, Ucok Sky Khadafi dari CBA mengungkapkan bahwa tambang rakyat ilegal berpotensi mengganggu rantai distribusi resmi yang dikelola oleh Pertamina. Menurutnya, regulasi yang lebih ketat dibutuhkan untuk menjaga kelancaran distribusi minyak nasional dan mencegah terganggunya pasokan energi akibat aktivitas tambang ilegal.
Diskusi ini menyoroti perlunya kolaborasi antara masyarakat, aparat, dan pemerintah dalam mengatasi masalah tambang ilegal agar pemanfaatan sumber daya alam Indonesia dapat berdampak positif bagi kesejahteraan rakyat, tanpa merusak lingkungan atau mengakibatkan kerugian ekonomi bagi negara.*