Kecewa Hasil Praperadilan, Tim Kuasa Hukum MDEDENDRA & PARTNERS Akan Lapor BAWAS MA dan Komisi Yudisial

Kecewa Hasil Praperadilan, Tim Kuasa Hukum MDEDENDRA & PARTNERS Akan Lapor BAWAS MA dan Komisi Yudisial

Smallest Font
Largest Font

BOGOR – Pada Tanggal 28 April 2022 Pengadilan Negeri Cibinong Kelas IA telah mengeluarkan Putusan Perkara Pidana terhadap Permohonan Praperadilan Nomor:1/Pid.Pra/2022/PN.Cbi yang diajukan oleh Pemohon atas nama Martius. Sedangkan Termohonnya dalam hal ini adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Cq. Kapolda Jawa Barat, Cq. Kapolres Bogor.

Pada intinya Putusan Hakim adalah menolak permohonan praperadilan pemohon yang meminta agar Hakim menjatuhkan putusan bahwa Penetapan Tersangka oleh Termohon atas diri Pemohon sebagai tersangka tanpa prosedur yang berlaku adalah cacat yuridis dan bertentangan dengan hukum, dan oleh karenanya Pemohon harus dikeluarkan dari Rutan Polres Bogor.

Atas Putusan Hakim tersebut, Kuasa Hukum Pemohon, Meka Dedendra dan Rinaldi Maha menyatakan dalam Press Release yang diterima portal7.mptg.online Minggu, 8/5/2022 sangat kecewa dengan Putusan Hakim tersebut. Kuasa Hukum menilai bahwa Hakim tidak cermat dalam membuat putusan, dan cenderung mengabaikan fakta dan alat bukti yang disampaikan Pemohon.

“Kami dari Tim Kuasa Hukum MDEDENDRA & PARTNERS menyatakan sangat kecewa terhadap Putusan Hakim yang menolak permohonan Praperadilan yang kami ajukan. Ada banyak hal yang mendasari kekecewaan kami yaitu,”bahwa Hakim cenderung mengabaikan fakta-fakta dan alat bukti yang kami sampaikan seperti Surat Panggilan Polisi yang diterima Klien Kami sebanyak empat kali,”tutur Dedendra

Advertisement
Scroll To Continue with Content

“Semuanya didasarkan atas Laporan Polisi Tanggal 24 Juni 2021 atas dugaan tindak pidana membuat surat palsu sebagaimana yang diatur Pasal 263KUHP. Sedangkan Surat Perintah Penyidikannya dibuat Tanggal 31 Mei 2021, kami mendalilkan bahwa Surat Perintah Penyidikan tersebut mendahului Laporan Polisi, sehingga hal tersebut menjadi cacat hukum.

“Hal ini jelas bertentangan dengan KUHAP dan Peraturan Kapolri No 6 Tahun 2019. Faktanya dalil kami tersebut dalam persidangan tidak dibantah secara tegas oleh Termohon, namun bantahan secara tegas dan jelas dalam pertimbangan Putusan Hakim ada. Bahkan Hakim berpendapat bahwa itu adalah kesalahan ketik tahun (clerical error). Tidak layak kalau semua surat Panggilan Polisi itu dianggap clerical error.

“Masih kata Dedendra,”Hakim juga mengenyampingkan dalil kami terhadap tindakan termohon yang melakukan gelar perkara tanpa  sama sekali memanggil, mengikutsertakan dan/atau melibatkan pemohon. Menurut kami ini bertentangan dengan asas semua orang diperlakukan sama di depan hukum, bertentangan dengan asas kehati-hatian dan kepastian hukum. Ini sama saja dengan membiarkan standar ganda dalam  menegakkan proses dan sistem integrated criminal justice sistem, yang mana di satu sisi gelar perkara lazimnya  menghadirkan pelapor dan terlapor dan bahkan diberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi ahli bagi terlapor, namun hal ini tidak berlaku bagi klien kami sebagai pemohon”, sangat tidak adil.

Selanjutnya Rinaldi mengatakan,”mengenai adanya oknum penyidik yang meminta tanda tangan klien kami atas 5 surat-surat  yang berhubungan dengan BAP dan alat bukti lainnya di persidangan praperadilan ini yang tentunya dibawah tekanan karena berada dalam Rutan Polres Bogor sebagai tersangka juga dikesampingkan Hakim. Alasannya karena bukti elektronik yang kami sampaikan tidak  cukup kuat karena tidak didukung bukti-bukti yang menguatkan ke otentikan rekaman tersebut.  Padahal kami dari semula sudah meminta agar klien kami dan petugas jaga Rutan dihadirkan dalam persidangan, namun Hakim saat persidangan memandang hal itu tidak perlu.

“Kemudian kekecewaan kami tidak hanya itu saja, ternyata dalil mengenai Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang tidak pernah diterima Klien kami dan ini jelas bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 yang juga dikesampingkan Hakim.

Lebih lanjut,”Hakim berpendapat bahwa Termohon telah mengirimkan tembusan SPDP kepada Pemohon melalui kuasanya berdasarkan bukti T-20 dari Termohon. Padahal bukti T-20 yang dimaksud oleh Hakim bukan SPDP melainkan Notulen Gelar Perkara Laporan Polisi No:LP/B/282/VI/2020  Tanggal 24 Juni 2020, dari Penyelidikan ke Penyidikan yang ber Tanggal 18 Mei 2021. Dalil kami sebagai Pemohon dalam hal ini juga tidak dibantah oleh Termohon, namun dalam pertimbangannya Hakim seperti menemukan sendiri.

“Sekali lagi kami menyatakan sangat kecewa berat dengan Putusan ini, oleh karena itu kami akan minta eksaminasi putusan perkara tersebut serta membuat aduan kepada Badan Pengawasan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial,”tegasnya

“Setelah membuat aduan ke BAWAS MA dan KY. Aduan ini harus  dilakukan untuk menjaga trust publik terhadap lembaga pra peradilan yang belakangan dinilai oleh banyak praktisi hukum sangat menurun independensinya

Sumber: MDEDENDRA & PARTNERS
Editor: Redaksi

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Efri Author

Galeri