JAM- Pidum Minta Kedepankan Kepentingan Pemulihan Korban Pengajuan Restorative Justice
JAKARTA,- Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana melakukan ekspose dan menyetujui 8 (delapan) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Kamis (24/03/2022).
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, 3 (tiga) orang Kepala Kejaksaan Tinggi serta 8 (delapan) orang Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat Oharda.
Adapun 8 (delapan) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:
Tersangka DAUD MLASMENE dari Kejaksaan Negeri Manokwari yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
Tersangka YOS ALBERTUS MANU alias LAMBER MANU dari Kejaksaan Negeri Belu yang disangkakan melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
Tersangka CHOIRUL RAMADHAN alias DANI BIN SUKANDAR GIAT dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto yang disangkakan melanggar Kesatu Pasal 76 C UU RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 80 ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Kedua Pasal 76 C UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 80 ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
Tersangka KHOLILUR ROHMAN bin BARIDARI dari Kejaksaan Negeri Bojonegoro yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
Tersangka IBRA KOKO BACHTIAR bin MISMAN dari Kejaksaan Negeri Kota Malang yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
Tersangka A. JUNAIDI alias JUMADI dari Kejaksaan Negeri Sampang yang disangkakan melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan;
Tersangka MAS’UD bin LUSIN dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
Tersangka PRUDENSIUS ATASOGE alias TITO dari Kejaksaan Negeri Lembata yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif;
Adapun alasan lain penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Dalam perkara atas nama Tersangka A. JUNAIDI alias JUMADI, kedua belah pihak baik tersangka maupun korban sepakat untuk berdamai tanpa syarat apapun karena keduanya masih memiliki hubungan kekeluargaan, selain itu tersangka akan menyerahkan secara sukarela 1 (satu) dokumen SHM Nomor : 1766 atas nama NOER FADILAH untuk dikembalikan kepada korban, dan korban menerima serta memohon kepada Pihak Kejaksaan untuk tidak melanjutkan perkara ini ke pengadilan (meja hijau).
Dalam perkara atas nama Tersangka CHOIRUL RAMADHANI Als DANI Bin SUKANDAR GIAT, Tersangka merupakan pelajar kelas 3 SMK Persatuan Tulangan;
Dalam perkara atas nama Tersangka KHOLILUR ROHMAN bin BARI, Tersangka melakukan tindak pidana pencurian adalah untuk kebutuhan hidup.sehari-hari (faktor Ekonomi) yakni membiayai kebutuhan bayinya dan adanya beban hutang yang ia tanggung, dan juga keluarga Tersangka dan perangkat desa memberikan jaminan untuk melakukan pengawasan terhadap Tersangka sekembalinya ke masyarakat;
Dalam perkara atas nama Tersangka MAS’UD bin LUSIN, adanya keinginan dari Tersangka dan korban untuk penyelesaian perkara secara kekeluargaan, karena barang bukti Hp Merk Oppo Type F5 masih ada.
Dalam perkara atas nama Tersangka DAUD MLASMENE, Tersangka merupakan tulang punggung keluarga dan masih terikat kontrak pegawai non-PNS di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP)
JAM-Pidum menyampaikan bahwa penyelesaian perkara melalui restorative justice memiliki keunggulan dengan tidak mengedepankan pemidanaan, akan tetapi mengedepankan pemulihan kepada kepentingan korbannya, dan juga tanpa kata maaf serta damai dari korban, tidak akan mungkin perkara diajukan dalam konsep mediasi penal (penyelesaian perkara di luar persidangan) atau restorative justice.
“Di dalam UU Kejaksaan RI Nomor 11 tahun 2021 telah diatur secara tegas kewenangan Kejaksaan dalam mediasi penal sebagai landasan restorative justice. Kejaksaan RI tidak menolerir perbuatan jahat tetapi ada treatment yang lebih arif dan adil dalam proses penegakan hukum.
Semua perkara yang diajukan untuk diselesaikan dengan restorative justice telah terpenuhi unsur pidananya. Kejaksaan menggunakan hak oportunitas untuk tidak mengajukan penuntutan melalui pengadilan namun mengunakan instrumen mediasi penal restorative justice dalam mengedepankan penegakkan hukum yang bermanfaat.
Maka dari itu, pedomani ketentuan Peraturan Jaksa Agung dalam mengajukan restorative justice, pertimbangkan selalu kualitas perkara yang layak dan patut diselesaikan melalui restorative justice dan utamakan kepentingan korban agar tidak mencederai keadilan dan kepercayaan rakyat,” ujar JAM-Pidum.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1)