ads
Direktur KOPPAJA Ingatkan Kejaksaan Agung Tak Eforia Soal Putusan MK

Direktur KOPPAJA Ingatkan Kejaksaan Agung Tak Eforia Soal Putusan MK

Smallest Font
Largest Font

Jakarta - Komite Pemantau Perilaku Jaksa (Koppaja) menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pengurus partai politik (parpol) yang dilarang menjabat sebagai jaksa agung. Menurut Koppaja, putusan MK tidaknya bisa menjadi pembatas, alasanya karena dalam menentukan jajaran kabinet di pemerintahannya yang akan menjabat itu murni hak prerogatif Presiden termasuk pengangkatan Jaksa Agung. 

"Putusan MK yang baru saja diketuk palu, tidak bisa menjadi batasan seorang Presiden untuk menentukan jajaran kabinet dan pengangkatan Jaksa Agung karena itu murni hak prerogratif Presdien, " Kata Direktur Utama Komite Pemantau Perilaku Jaksa (Koppaja) Mukhsin Nasir lewat pernyataan resminya, Selasa (5/3/2024) 

Lebih lanjut, pria berbadan kecil yang kerap disapa Daeng tersebut menjelaskan bahwa putusan MK hanyalah sebagai bahan pertimbangan. Karena kata Mukhsin, dalam ke tata negaraan sudah dituangkan bahwa jabatan dari Jaksa Agung itu hak prerogratif dari Presiden sebagai kepala negara. 

"Harus dipahami dalam ke tata negaraan sudah dijelaskan bahwa Jabatan Jaksa Agung itu hak prerogatif Presiden sebagai kepala negara yang istimewa. Mengenai hukum dan undang undang di luar kekuasaan lembaga lain dan legislatif. 

Advertisement
Scroll To Continue with Content

"Apa Arti Hak Prerogatif Presiden? Hak prerogatif presiden adalah hak yang dimiliki oleh kepala negara atau presiden yang bersifat istimewa, mandiri, dan mutlak yang diberikan oleh konstitusi dalam lingkup kekuasaan pemerintahan, " Jelas pria yang kerap menghisap rokok filter tersebut. 

Pria yang kerap bolak balik Banten tersebut juga menjelaskan bahwa dasar literatur yang jelas bukan sekedar mentafsirkan pemahaman ketentuan undang undang konstitusi mengenai hak prerogratif presiden sebagai kepala negara. Maka, kata Mukhsin putusan MK hal yang biasa dan tidak ada begitu istimewa. 

Mukhsin menjelaskan bawa selama ini Jaksa Agung juga belum pernah dijabat dari pengurus partai politik ataupun kader partai. Kata Mukhsin, pihaknya menyarankan agar lembaga Kejaksaan untuk tidak bereforia dan tetap netral atas putusan MK. 


"Lembaga Kejaksaan agar tidak bereforia atas putusan MK tersebut, sebab kedudukan Jaksa Agung adalah merupakan kabinet dibawah kekuasaan Presiden sebagai kepala negara. Saya juga ingatkan agar lembaga Kejaksaan jangan sampai ikut intervensi atau berpendapat bahwa seorang Jaksa Agung sebaiknya harus dari kalangan internal atau tidak untuk dadi partai politik," jelas Mukhsin. 

MK Kabulkan Sebagian

Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan pengujian UU 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang diajukan oleh Pemohon Jovi Andrea Bachtiar.

Ketua MK Suhartoyo menyampaikan, pokok permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.

"Mengadili, mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," tutur Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, Kamis (29/2/2024).

Dia menguraikan, Pasal 20 UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai “Untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 huruf a sampai dengan huruf f termasuk syarat bukan merupakan pengurus partai politik, kecuali telah berhenti sebagai pengurus partai politik sekurang-kurangnya lima tahun sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung”.

Adapun perkara tersebut teregistrasi pada Rabu, 3 Januari 2024 dengan nomor 6/PUU-XXII/2024 dengan substansi yang dimohonkan untuk diuji materil adalah Pasal 20 Undang-Undang Kejaksaan.

Dalam petitumnya, pemohon selaku jaksa atas nama Jovi Andrea Bachtiar meminta agar pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"Pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi agar berkenan memberikan atau mengeluarkan putusan Menyatakan bahwa Pasal 20 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Jovi dikutip dari dokumen permohonannya.

Menurutnya, pasal tersebut tidak mencantumkan ketentuan agar Jaksa Agung yang dipilih tidak terafiliasi dengan partai politik. Dia meminta pasal itu diisi dengan poin tambahan yang berbunyi “Tidak sedang terdaftar sebagai anggota partai politik atau setidak-tidaknya telah lima tahun keluar dari keanggotaan partai politik baik diberhentikan maupun mengundurkan diri”. (Red) 

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren

Galeri