Banyak Langgar Aturan, Pengamat Minta Bongkar Semua WTP Abal-abal
BOGOR,- Pengamat kebijakan publik Trubus Radiansyah menyoroti Operasi Tangkap Tangan atau OTT yang dilakukan oleh komisi pemberantasan korupsi (KPK) terhadap Bupati Bogor Ade Yasin serta beberapa anggota badan pemeriksa keuangan (BPK) perwakilan Jawa Barat (Jabar).
“Pengelolaan keuangan Pemkab Bogor menurut saya banyak menyalahi aturan, tidak transparan dan tidak memiliki kriteria dalam akuntansi pemerintah. Dianggap kurang profesional, misalnya Bupatinya ngomong bahwa saya dipaksa melakukan itu,” terang Trubus kepada awak media melalui sambungan telepon, Jumat (29/4/2022).
Trubus mengatakan apa yang terjadi di Kabupaten Bogor ini sesungguhnya potret tata kelola keuangan daerah. Banyak proyek besar di Bogor ini menyalahi aturan yang merugikan publik yaang akhirnya terjadi operasi tangkap tangan atau OTT.
Berdasarkan hal itu, Trubus meminta segera bongkar semua dibeberapa Kabupaten/Kota yang mengindetifikasi wajar tanpa pengecualian atau WTP abal-abal itu, dan ini menjadi tantangan untuk KPK, jangan berhenti di Bogor tetapi juga di daerah lainnya, persoalan jual beli WTP ini sudah dianggap marak.
“Pokoknya pengelolaan tidak benar dan itu banyak dilanggar. Jadi mereka, maunya semua kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di tutup dengan WTP itu. Walau sebenarnya dia sendiri tidak mencapai WTP sesungguhnya. Disinilah dimanfaatkan oleh oknum BPK yang korup tadi,” tegasnya.
Trubus menambahkan meski memakai digitalisasi, disitu ada rekayasa agar mereka bisa bertemu. Sebenarnya dengan digitalisasi semuanya bisa selesai dengan kisi-kisi dan kriteria yang ada disitu semua, tetapi mereka ini biasanya ketemu. Tetap ada unsur kesengajaan terjadinya tatap muka, kemudian ada unsur jual beli, itu banyak terjadi seperti itu artinya apa?
BPK sendiri, kata dia, sebagai Lembaga tunggal atau kekuasaan absolut yang berdasar undang-undang ini memang menyebabkan potensi-potensi abuse of power atau penyalahgunaan wewenang serta kekuasaan. Keburukan moral oknum BPK sebagai lembaga tunggal, sehingga memiliki kewenangan lebih absolut, karena tidak ada lembanga yang mengawasi dia. Jadi apapun model dan sistem yang diterapkan tetap saja terjadi unsur jual beli WTP. (**)